LAPORAN PENELITIAN/OBSERVASI
“Upacara Adat Pernikahan Suku Betawi”
Diajukan
untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Budaya Dasar danSosial
Dosen Pembimbing : Dr. Imam Subchi, MA.

Oleh
:
SITI FARHANA FAJRIYAH (1113024000027)
PROGRAM
STUDI TARJAMAH
FAKULTAS
ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Diawali
dengan menghadirkan zat yang Maha Kuasa, Allah SWT. Hanya kepada-Nya kami
memuji, mohon pertolongan dan ampunan serta berlindung kepada-Nya dari keburukan
diri dan kejelekan perbuatan.
Shalawat
dan salam semoga tercurahkan selalu bagi junjungan kita, pembawa hidayah dan pemberi
syafa’at, Nabi Muhammad SAW. keluarga para sahabat serta seluruh umatnya yang
setia mengikuti risalah Illahi yang telah dibawanya.
Dalam
penulisan laporan observasi ini, penyusun mengucapkan terimakasih kepada bapak
Dr. Imam Subchi, MA. Selaku dosen pembimbing dalam mata kuliah Ilmu Budaya Dasar
dan Sosial yang telah memberikan dukungan dan arahan, sehingga penyusun dapat menyelesaikan
tugas observasi ini.
Namun
dalam penulisan laporan ini, penyusun mengakui atas segala kekurangan dalam pembuatan
laporan ini. Oleh karena itu, penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun. Dan senantiasa menjadi bahan intropeksi diri untuk menjadi lebih
baik lagi.
Akhirnya,
kepada Allah jualah semuanya kembali. Semoga laporan observasi ini bermanfaat bagi
para pembaca, khususnya bagi penyusun.
Jakarta,
20 Desember 2013
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar...............................................................................................................i
Daftar
Isi.......................................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.....................................................................................................1
B. Identifikasi
Masalah.............................................................................................2
C. Perumusah
Masalah..............................................................................................2
D. Tujuan
Observasi..................................................................................................2
E. Manfaat
Observasi................................................................................................2
BAB II
PEMBAHASAN
A. SejarahSukuBetawi
1. AsalMulaBetawi…………………….……………………...……………..3
2. PendudukBetawi…………………………………………………..……….4
3. KebudayaanBetawi………………………………………………………...5
4. KebiasaanHidupMasyarakatBetawi…………………………………..…..5
B. Deskripsi Proses
PernikahanBudayaBetawi…………………………………..6
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan.................................................................................................................11
Daftar
Pustaka............................................................................................................12
Lampiran.....................................................................................................................12
Ii
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perkawinan
merupakan salah satu ritual dalam lingkungan kehidupan yang dianggap penting. Dalam tradisi
yang terkait
adat-istiadat perkawinan suatu daerah, selain terdapat aturan-aturan dengan siapa seseorang boleh
melakukan perkawinan, ada pula tata cara dan tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh pasangan
calon pengantin dan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya sehingga perkawinan
ini dapat diakui oleh masyarakat. Seluruh tata cara dan rangkaian adat-istiadat
perkawinan tersebut terangkai dalam suatu kegiatan upacara perkawinan.
Upacara
itu sendiri diartikan sebagai tingkah laku resmi untuk menandai peristiwa-peristiwa yang tidak
ditujukan pada kegiatan teknis sehari-hari, tetapi mempunyai kaitan dengan
kepercayaan di luar kekuasaan manusia.Oleh karena itu, dalam setiap upacara perkawinan, kedua mempelai
ditampilkan secara istimewa, dilengkapi dengan tata rias wajah, sanggul serta
tata rias busana yang lengkap dengan berbagai kelengkaan adat istiadat sebelum
dan sesudah perkawinan.
Tujuan perkawinan tersebut menurut masyarakat dan
budaya Betawi adalah memenuhi kewajiban mulia yang diwajibkan kepada setiap
warga masyarakat yang sudah dewasa dan telah memenuhi syarat. Orang Betawi yang
mayoritas beragama Islam yakin bahwa perkawinan adalah salah satu sunnah bagi
umat, sehingga dipandang sebagai suau perintah agama untuk melengkapi
norma-norma kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan ciptan Tuhan yang
mulia.
Alasan keagamaan yang dijelaskan di atas
menyebabkan orang Betawi beranggapan bahwa proses perkawinan harus dilakukan
sebaik mungkin menurut ketentuan-ketentuan adat perkawinan yang sudah dilestarikan
sejak dahulu. Ketentuan adat perkawinan tersebut diberi
nilai tradisi yang disakralkan sehingga harus dipenuhi dengan sepenuh hati oleh
warga masyarakat dari generasi ke generasi.
B.
Identifikasi
Masalah
Pernikahan adat
betawi yang selama ini kurang dilestarikan oleh penduduk asli betawi, sudah
semestinya dibangun kembali agar tetap terjaganya budaya betawi tersebut dengan
cara menggunakannya pada saat melaksanakan upacara pernikahan.
Selain itu, masyarakat betawi hendaklah mengetahui
tata cara atau syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk melaksanakan proses
pernikahan betawi, agar memperoleh manfaat bagi pasangan pengantin dan
keluarganya.
C.
Rumusan
Masalah
Dalam observasi
ini, terdapat beberapa rumusan masalah, yaitu :
1. Bagaimana
proses pernikahan adat betawi ?
2. Apa fungsi dari
perkawinan adat betawi?
D.
Tujuan
Observasi
Tujuan
observasi ini adalah untuk mengetahui proses pernikahan yang ada dalam budaya
betawi dan melestarikan kembali adat
pernikahan betawi.
E.
Manfaat
Hasil Observasi
Adapun manfaat
dari hasil observasi ini, yaitu sebagai berikut :
1.
Dapat mengetahui proses pernikahan adat betawi secara terperinci.
2.
Mengetahui
fungsi atau makna dari pernikahan adat betawi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Suku Betawi
1. Asal Mula Betawi
Sebutan suku, orang, kaum Betawi, muncul dan mulai
populer ketika Mohammad Husni Tamrin mendirikan perkumpulan "Kaum
Betawi" pada tahun 1918. Meski ketika itu "penduduk asli belum
dinamakan Betawi, tapi Kota Batavia disebut "negeri" Betawi.Asal mula
Betawi terdapat berbagai pendapat, salah satunya ada yang mengatakan berasal
dari kesalahan penyebutan kata Batavia menjadi Betawi.
Menurut
Bunyamin Ramto, masyarakat Betawi secara geografis dibagi dua bagian, yaitu
Tengah dan Pinggiran. Masyarakat Betawi Tengah meliputi wilayah yang dahulu
menjadi Gemente Batavia minus Tanjung Priok dan sekitarnya. Dari segi bahasa,
terdapat banyak perubahan vokal a dalam suku kata akhir bahasa Indonesia
menjadi e, misalnya bagaimana menjadi
bagaimane.
Masyarakat
Betawi Pinggiran, sering disebut orang sebagai Betawi Ora yang dikelompokkan
menjadi dua bagian yaitu bagian utara dan selatan. Kaum Betawi Ora dalam
beberapa desa di sekitar Jakarta berasal dari orang Jawa yang bercampur dengan
suku-suku lain. Sebagian besar mereka itu petani yang menanam padi, pohon buah
dan sayur mayur. Bagian utara meliputi Jakarta Utara, Barat, Tangerang yang
dipengaruhi kebudayaan Cina, misalnya musik Gambang Kromong, tari Cokek dan
teater Lenong. Bagian Selatan meliputi Jakarta Timur, Selatan, Bogor, dan
Bekasi yang sangat dipengaruhi kuat oleh kebudayaan Jawa dan Sunda.Sub
dialeknya merubah ucapan kata-kata yang memiliki akhir kata yang berhuruf a
dengan ah, misal gua menjadi guah.
2. Penduduk Betawi
Komunitas
penduduk di Jawa (Pulau Nusa Jawa) yang berbahasa Melayu, dikemudian hari
disebut sebagai orang Betawi.Orang Betawi ini disebut juga sebagai orang Melayu
Jawa. Merupakan hasil percampuran antara orang-orang Jawa, Melayu, Bali, Bugis,
Makasar, Ambon, Manado, Timor, Sunda, dan mardijkers (keturunan Indo-Portugis)
yang mulai menduduki kota pelabuhan Batavia sejak awal abad ke-15. Di samping
itu, juga merupakan percampuran darah antara berbagai etnis: budak-budak Bali,
serdadu Belanda dan serdadu Eropa lainnya, pedagang Cina atau pedagang Arab, serdadu
Bugis atau serdadu Ambon, Kapten Melayu, prajurit Mataram, orang Sunda dan
orang Mestizo.
Sementara itu mengenai manusia Betawi purbakala,
adalah sebagaimana manusia pulau Jawa purba pada umumnya, pada zaman perunggu
manusia Betawi purba sudah mengenal bercocok tanam.Mereka hidup
berpindah-pindah dan selalu mencari tempat hunian yang ada sumber airnya serta
banyak terdapat pohon buah-buahan. Mereka pun menamakan
tempat tinggalnya sesuai dengan sifat tanah yang didiaminya, misalnya nama
tempat Bojong, artinya "tanah pojok".
Latar
belakang jumlah penduduk atau pendukung budaya Betawi, pada masa lalu maupun
sekarang tidak diketahui secara pasti. Catatan yang berasal dari tahun 1673
menunjukkan bahwa jumlah penduduk (dalam tembok kota) Jakarta adalah 27.068
jiwa. Jumlah ini terdiri atas orang "merdeka" dan "budak",
yang banyaknya hampir seimbang. Penduduk di luar tembok kota berjumlah 7.286
jiwa. Mereka yang berada dalam tembok kota terdiri atas orang Mardijkers, Cina,
Belanda, Moor, Jawa, Bali, Peranakan Belanda, dan Melayu. Golongan yang
jumlahnya terbesar adalah Mardijkers (5.362 jiwa) dan yang terkecil Melayu (611
jiwa). Menurut proyeksi lebih baru tentang jumlah orang Betawi di Jakarta dan
sekitarnya, jumlah orang Betawi pada tahun 1930 (menurut sensus) adalah 418.894
jiwa, dan pada tahun 1961 adalah 655.400 jiwa.
3. Kebudayaan Betawi
Merupakan
sebuah kebudayaan yang dihasilkan melalui percampuran antar etnis dan suku
bangsa, seperti Portugis, Arab, Cina, Belanda, dan bangsa-bangsa lainnya.Dari
benturan kepentingan yang dilatarbelakangi oleh berbagai budaya. Kebudayaan
Betawi mulai terbentuk pada abad ke-17 dan abad ke-18 sebagai hasil proses
asimilasi penduduk Jakarta yang majemuk. Menurut Umar Kayam, kebudayaan Betawi
ini sosoknya mulai jelas pada abad ke-19. Yang dapat disaksikan, berkenaan
dengan budaya Betawi diantaranya bahasa logat Melayu Betawi, teater (topeng
Betawi, wayang kulit Betawi), musik (gambang kromong, tanjidor, rebana), baju,
upacara perkawinan dan arsitektur perumahan.
Berdasarkan pemakaian logat bahasa, budaya Betawi
dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu: 1)Betawi Pesisir, termasuk Betawi
Pulo; 2) Betawi Tengah/Kota; 3) Betawi Pinggir; 4) Betawi Udik, daerah
perbatasan dengan wilayah budaya Sunda. Jika pemetaan budaya disusun berdasarkan
intensitas transformasi budaya Barat, maka terbagi menjadi tiga, yaitu: 1)
Betawi Indo; 2) Betawi Tengah/Kota; 3) Betawi Pesisir, Pinggir, Udik.
4.
Kebiasaan Hidup Masyarakat Betawi
Gambaran beberapa kebiasaan hidup berkaitan dengan
berkeluarga dan rumah masyarakat Betawi, khususnya di daerah Jakarta
Timur/Tenggara dan lainnya. Khusus menyoroti berbagai
etika yang harus dilaksanakan dalam hubungan antara pria bujang dengan gadis
penghuni rumah. Awalnya laki-laki akan ngglancong bersama-sama kawannya,
berkunjung ke rumah calon istrinya untuk bercakap-cakap dan bergurau sampai
pagi. Hubungan tersebut tidak dilakukan secara langsung tetapi melalui jendela
bujang atau jendela Cina. Si laki-laki duduk atau tiduran di peluaran (ruang
depan) sedangkan si perempuan ada di dalam rumah mengintip dari balik jendela
bujang. Perempuan juga tidak boleh duduk di trampa (ambang pintu). Ada
kepereayaan "perawan dilamar urung, laki-laki dipandang orang", yang
artinya perempuan susah ketemu jodoh dan kalau laki-laki bisa disangka berbuat
jahat. Maksudnya, perempuan yang duduk di atas trampa dianggap memamerkan diri
dan dipandang tidak pantas.Sementara apabila laki-laki yang melanggar trampa
dapat dianggap sebagai orang yang yang bermaksud jahat.
Muncul juga istilah ngebruk, yaitu apabila
laki-laki berani melangkahi trampa rumah (terutama rumah yang ada anak
gadisnya) maka perjaka itu diharuskan mengawini gadis yang tinggal di rumah
tersebut. Karena kalau tidak dikawinkan akan mendapat
nama yang tidak baik dalam masyarakat. Pengertian ngebruk juga disebut
"nyerah diri", dalam arti si laki-laki datang ke rumah perempuan yang
ingin dinikahinya dengan menyerahkan uang atau pakaian.Hal ini dilakukan jika
belum ada persetujuan terhadap hubungan itu atau karena kondisi keuangan yang
belum memenuhi syarat.
B.
Deskripsi
Proses Pernikahan Budaya Betawi
Adat
betawi sedemikian mengatur bagaimana proses pernikahan. Dimulai sejak proses
pria dan wanita mencetuskan keinginan untuk berketurunan, hingga proses
hubungan seks suami dan istri. Kemudian pada tahap ‘berume-rume’
(berumahtangga) dikenal istilah ‘ngedelengin’, yaitu upaya menemukan kesamaan
visi dan misi antara lelaki dan perempuan dalam rangka membina rumah tangga.
Untuk
mencapai jenjang berumah tangga, orang betawi harus melalui beberapa proses.
1.
Ngedelengin
(mak comblang)
Ngedelengin
merupakan proses perkenalan calon atau masa pacaran atas sepengetahuan dan
persetujuan orang tua. Setelah mereke bertemu dengan pasangan yang dirasa
cocok, proses meminta ke pihak perempuan di lakukan oleh seseorang yang biasa
disebut Mak Comblang. Jika terjadi kecocokan dengan pihak perempuan, maka si
Gadis akan diberi uang sembe atau angpao. Mak Comblang akan melanjutkan dengan
persiapan dan apa saja yang disyaratkan oleh pihak pria atau sering disebut
bawaan ngelamar.
2.
Nglamar
Dalam
adat pernikahan betawi, ngelamar adalah pernyataan dan permintaan resmi dan
pihak keluarga laki-laki untuk melamar wanita kepada pihak keluarga wanita. Keputusan dari pihak wanita akan terjawab
pada saat itu juga. Setelah itu, syarat dan prasyarat lamaran akan diutarakan
oleh pihak wanita.
Adapun syarat yang harus
disiapkan dalam proses ngelamar, yaitu :
1.
Sirih
2.
Pisang
raja
3.
Roti tawar
4.
Hadiah
lain
5.
Hadirnya orang-orang
untuk mejadi saksi dan memperkuat keputusan yang dibuat oleh pihak wanita
3.
Bawa
Tande Putus
Dalam
adat pernikahan betawi, tande putus adalah sebuah tanda yang mengibaratkan anak
wanita yang telah dilamar tidak boleh di ganggu oleh pihak manapun meskipun
acara akad nihak masih jauh. Tande putus dapat berupa apa saja, yang
mengisyaratkan sebuah ikatan resmi.
4.
Akad
Nikah
Sebelum
acara Akad nikah dalam adat pernikahan betawi, ada pra-akad nikah dimana
prosesnya, sebagai berikut :
a.
Masa
dipiare, yaitu suatu masa dimana calon none atau gadis yang akan menghadapi
akad nikah dikontrol kegiatannya oleh tukang piare atau tukang rias.
b.
Acara
mandiin, acara ini adalah acara untuk mempelai wanita dimana mempelai wanita
akan dilulur dan berpuasa selama seminggu agar pernikahannya dapat berjalan
lancar.
c.
Acara
tangas atau acara kum adalah acara mandi uap dengan tujuan memberisihkan sisa
luluran yang berada di tubuh wanita. Mempelai wanita akan duduk dibawah bangku
yang dibawahnya terdapat godokan rempah-rempah. Kurang lebih 30 menit sampai
mempelai wanita mengeluarkan keringat beraroma rempah.
d.
Acara
Ngerik atau malam pacar
Acara untuk mempelai wanita memerahkan kuku kaki dan
kuku tangannya dengan pacar.
Setelah
acara pra-akad
nikah selesai, prosesi akad nikah dapat dilakukan.Kedatangan mempelai pria dan
keluarganya disambut dengan aneka petasan untuk memeriahkan suasana. Barang
yang dibawa pada akad nikah tersebut antara lain :
1.
sirih
nanas lamaran
2.
sirih
nanas hiasan
3.
mas kawin
4.
miniatur
masjid yang berisi uang belanja
5.
sepasang
roti buaya
6.
sie atau
kotak berornamen Cina untuk tempat sayur dan telor asin
7.
jung atau
perahu cina yang menggambarkan arungan bahtera rumah tangga
8.
hadiah
pelengkap
9.
kue
penganten
10.
kekudang
artinya suatu barang atau makanan atau apa saja yang sangat disenangi oleh
gadis calon mantu sejak kecil sampai dewasa.
Dalam adat pernikahan betawi, setelah akad nikah
selesai, mempelai pria akan membuka cadar yang menutupi muka mempelai wanita
untuk memastikan apakah benar, yang ada dibalik cadar tersebut adalah wanita
idamannya. Setelah itu baru mempelai wanita dan pria
diperbolehkan duduk berdampingan serta di isi dengan acara-acara untuk
menghibur kedua mempelai.
5.
Acara Negor
Satu hari setelah acara akad nikah, dalam adat
pernikahan betawi, mempelai pria diperbolehkan untuk menginap di mempelai
wanita, namun, tidak diperkenankan untuk melakukan hubungan layaknya suami
istri.Namun tanggung jawab istri tetap dilakukan seperti menyiapkan makan,
minum dan menyiapkan peralatan mandi. Untuk menghadapi sikap none atau mempelai wanita tersebut, si pria
harus memasang strategi dengan cara memberi Uang tegor yang diselipkan di bawah
taplak meja.
6.
Pulang
Tige Ari
Sebagai
tanda kegembiraan dari pihak pria, dalam adat pernikahan betawi, orangtua pria atas kesucian
yang telah di pelihara oleh pihak wanita, makan akan diberikan hadiah kepada
pihak orangtua wanita. Setelah acara ini selesai makan tuan dan nyonye betawi
berhak untuk tinggal serumah atau menetap di tempat yang telah disepakati
berdua.
7.
Tradisi
“Palang Pintu” dan Resepsi Meriah
Palang
pintu merupakan acara upacara adat Betawi yang sangat menghibur.Palang Pintu
merupakan kegiatan yang bertujuan saling mengenal antar keluarga dan maksud
tujuan kedatangan.Kemudian sebagai syarat diterimanya calon mempelai pria,
harus melewati dahulu palang pintu yang dijaga oleh jawara Betawi dari pihak
calin mempelai wanita.
Acara
ini dilaksanakan sebelum akad nikah dimulai, tepatnya ketika rombongan calon
pengantin pria baru sampai di depan kediaman calon pengantin wanita. Rombongan calon
pengantin pria akan dihadang oleh keluarga calon pengantin wanita. Para jagoan
calon pengantin pria harus melawan jagoan dari pihak calon mempelai wanita.
Para
penjaga pintu mempelai wanita kemudian membuka percakapan dengan sejumlah
pantun.Selanjutnya, perwakilan mempelai pria membalas pantun tersebut. Dialog
pantun dikumandangkan dengan sangat meriah dan mengundang tawa hadirin. Isi
pantun biasanya tanya jawab seputar maksud dan tujuan pihak pria.
Setelah
itu, seorang wakil pengantin perempuan menantang adu silat salah satu orang
dari pihak lelaki. Prosesi tersebut menyimbolkan upaya keras mempelai laki-laki
untuk menikah dengan sang pujaan hati. Uniknya, setiap petarungan silat, pihak
mempelai wanita pasti dikalahkan oleh jagoan calon pengantin pria.
Selain adu pantun dan adu silat, calon pengantin
pria juga ditantang kebolehannya membaca Al Quran.Dan setelah semua ujian telah
dilewati dengan memenangkan ujian-ujian tersebut, akhirnya palang pintu dapat
dibuka dan dimasuki oleh calon mempelai pria.
Setelah
akad nikah dilakukan, resepsi pernikahan berlangsung dengan tradisi
meriah.Pernak-pernik wajib khas Betawi yaitu ondel-ondel serta dekorasi
warna-warni. Musik akan diiringi oleh suara tanjidor dan marawis (rombongan
pemain rebana dan nyayian menggunakan bahasa arab). Selain itu, dimainkan pula
keroncong dan gambang kromong khas Betawi.
Pengantin
pria maupun pengantin wanita mengenakan pakaian kebesaran pengantin dan dihias.
Dari gaya pakaian pengantin Betawi, ada dua budaya asing yang melekat dalam prosesi
pernikahan. Pengantin pria dipengaruhi budaya Arab.Sedangkan busana pengantin
wanita dipengaruhi adat Tionghoa.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perkawinan dalam masyarakat Betawi merupakan salah
satu daur hidup yang sangat penting.Dalam pelaksanannya, rangkaian upacara
perkawinan tersebut tak terlepas dari adat-istiadat yang berlaku dan masih
dipegang teguh oleh masyarakat Betawi. Dalam rangkaian upacara perkawinan
Betawi, ada beberapa langkah yang harus dihadapicalon pengantin yang antara lain: ngedelengin,
ngelamar, bawa tande putus, akad nikah, kebesaran, negor danpulang tige ari.
Perkawinan itu sendiri sebagai bagian dari daur
hidup mempunyai beberapa fungsi yang antara lain adalah: fungsi religius,
sosial, dan kepariwisataan. Selain memiliki fungsi, perkawinan juga mempunyai
nilai-nilai tertentu yaitu nilai kegotongroyongan dan musyawarah maka dari itu
untuk melestarikan fungsi-fungsi kebudayaan agar tidak semakin mengalami
perubahan dan pengembangan, dibutuhkan kepada seluruh masyarakat untuk
senantiasa melestarikan melalui cerita sehari-hari kepada penerus agar tetap
mengetahui dan memiliki keinginan pula untuk menjaga tanpa merubah sesuatu yang
ada.
Meskipun menurut teori kebudayaan itu akan berubah
dengan seiring zaman, tetapi tidak semua hal dalam suatu kebudayaan dapat
dirubah dengan mudah begitu saja. Karena walaubagaimanapun kebudayaan merupakan
suatu kekayaan dan sudah dibuat oleh nenek moyang kita terdahulu dengan sebaik
mungkin meskipun waktu berkata budaya itu harus dirubah. Kebudayaan merupakan
kekayaan dan Bangsa Indonesia yang kaya akan kebudayaan.
B.
Daftar Pustaka
Muhadjir.
Bahasa Betawi sejarah dan
perkembangannya. Jakarta : 2000. Yayasan obor Indonesia
C.
Lampiran



0 komentar:
Posting Komentar