PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Jika berbicara mengenai sintaksis, mungkin
sebagian orang telah mengetahuinya. Namun, masih banyak yang belum mengetahui
makna dan hakikat sintaksis. Padahal sintaksis begitu penting, karena
penggunaannya begitu dekat bagi masyarakat Indonesia. Banyak permasalahan yang ada ketika mendalami penguasaan sintaksis dan hakikatnya. Perlu
pendalaman dan banyak mempraktekan dalam dunia kebahasaan. Karena ilmu
sintaksis sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Sebenarnya
apa yang dimaksud dengan sintaksis itu? Sintaksis merupakan ilmu yang
mempelajari tentang tata bahasa.
Sintaksis juga dapat dikatakan tata bahasa yang
membahas hubungan antarkata dalam tuturan.
Sintaksis
merupakan cabang linguistik yang membicarakan hubungan antar kata dalam tuturan
(speech). Unsur bahasa yang termasuk di dalam lingkup sintaksis adalah
frase, klausa dan kalimat. Di dalam makalah
ini akan dibahas pokok bahasan tersebut secara rinci.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di
uraikan di atas, dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa definisi dari sintaksis Bahasa
Indonesia?
2. Apa saja yang termasuk satuan sintaksis
Bahasa Indonesia?
3. Apa yang dimaksud dengan kata, frase,
klausa dan kalimat?
4. Apa perbedaan sintaksis Arab dan Indonesia?
C. Tujuan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat memahami pengertian dari sintaksis.
2. Dapat mengetahui satuan sintaksis Bahasa
Indonesia.
3. Dapat memahami secara jelas kata, frase,
klausa dan kalimat.
4. Dapat membedakan antara sintaksis Arab dan
Indonesia.
PEMBAHASAN
A. Definisi
Sintaksis
Kata sintaksis berasal dari kata yunani
(sun = “dengan” + tattein “menempatkan”). Jadi, kata sintaksis secara
etimologis berarti menempatkan kata secara bersamaan menjadi kelompok kata atau
kalimat. Menurut Chomsky “sintaksis adalah telaah mengenai prinsip-prinsip dan
proses-proses yang dipergunakan untuk membangun kalimat-kalimat dalam
bahasa-bahasa tertentu”(Chomsky, 1957:11).
Dari beberapa pernyataan yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan
bahwa sintaksis merupakan bagian dari ilmu bahasa yang didalamnya mengkaji
tentang kata dan kelompok kata yang membentuk frasa, klausa, dan kalimat.
B. Satuan
Sintaksis
1. Kata
Dalam tataran sintaksis, kata merupakan satuan bahasa terkecil yang dapat berdiri sendiri, yang secara hierarkial menjadi komponen pembentuk satuan sintaksis yang
lebih besar, yaitu frase.[1] Umumnya kata terdiri dari satu akar kata tanpa atau dengan beberapa afiks[2].
Gabungan kata-kata dapat membentuk frasa, klausa, atau kalimat.
Sebagai satuan terkecil dalam sintaksis, kelas kata terbagi menjadi dua
macam, yaitu kata penuh (fullword) dan kata tugas (functionword). Kata penuh
adalah kata yang secara leksikal memiliki makna, mempunyai kemungkinan untuk
mengalami morfologi, merupakan kelas terbuka, dan dapat berdiri sendiri sebagai
sebuah satuan tuturan. Sedangakan kata tugas adalah
kata yang secara leksikal tidak mempunyai makna, tidak mengalami proses
morfologi, merupakan kelas tertutup, dan tidak dapat berdiri sendiri.
Yang merupakan kata penuh adalah kata-kata yang
termasuk kategori nomina, verba, adjektifa, adverbial, dan numeralia. Sedangkan
yang termasuk kata tugas adalah kata-kata yang berkategori preposisi dan
konjungsi.
Sebagai kata penuh, kata-kata yang berkategori
nomina, verba dan adjektifa memiliki makna leksikal masing-masing, misalnya
kata ‘ayam’ dan ‘masjid’, memiliki makna ‘sejenis binatang ternak’ dan ‘tempat
ibadah orang islam’. Dibandingkan dengan kata ‘dan’ dan ‘meskipun’ yang tidak
mempunyai makna leksikal, tetapi mempunyai tugas sintaksis: ‘dan’ untuk
menggabungkan menambah dua buah konstituen, dan ‘meskipun’ untuk menggabungkan
menyatakan penegasan. Sebagai kata penuh, kata-kata yang berkategori nomina,
verba, dan adjektifa dapat mengalami proses morfologi, seperti kata ‘kucing’
yang dapat diberi prefiks ber- sehingga menjadi berkucing, atau dapat diberi
prefiks ber-disertai perulangan, dan diberi sufiks –an, sehingga menjadi
berkucing-kucingan. Bandingkan dengan kata ‘dan’ yang tidak bisa menjadi
*berdan atau *mendankan.
Dalam bahasa Arab kategori yang disebut harfun
seperti inna, law, dan min tidak mengalami proses morfologi. Berbeda dengan
kategori yang disebut ismun dan fi’lun yang dapat mengalami
proses morfologi. Seperti nomina ‘muslimun’ yang dapat menjadi ‘muslimaani’ dan
‘mmuslimuuna’: dan dari akar verba *k-t-b menjadi ‘katab’, ‘yaktubu’, dan
‘maktab’.
2. Frase
Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif.[3]
Misalnya: bayi sehat, pisang goreng, sangat enak, dan gunung tinggi disebut frasa karena merupakan
konstruksi nonpredikatif. Pada bagan di bawah, kata nenek dan membaca
bukanlah termasuk frase. Sedangkan buku humor dan di kamar tidur
adalah frase.
S
|
P
|
O
|
K
|
Nenek
|
membaca
|
buku humor
|
di kamar tidur
|
Salah satu unsur frase yaitu tidak dapat
dipindahkan “sendirian”. Jika ingin dipindahkan, maka harus dipindahkan secara
keseluruhan sebagai satu kesatuan.
Kalimat
|
Nenek membaca buku humor di kamar tidur
|
Dipindahkan sendirian
|
*tidur Nenek membaca buku humor di kamar
|
Dipindahkan keseluruhan
|
Di kamar tidur nenek membaca buku humor
|
Frase dibedakan menjadi empat jenis, frase
eksosentrik, frase endosentrik, frase koordinatif, dan frase apositif.
a)
Frase eksosentrik
Yaitu frase yang komponen-komponenya
tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya,misalnya,
frase ‘di pasar’, yang terdiri dari komponen ‘di’ dan komponen ‘pasar’. Secara
keseluruhan atau secara utuh frase ini dapat mengisi fungsi keterangan,
misalnya, dalam kalimat
‘Dia berdagang di pasar’.
Komponen ‘di’maupun komponen
‘pasar’ tidak dapat menduduki fungsi keterangan dalam kalimat tersebut. Sebab
konstruksi ‘dia berdagang di’ dan ‘dia berdagang pasar’ tidak berterima.
b)
Frase endosentrik
Yaitu frase yang salah satu unsurnya
atau komponennya memiliki perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya.
Artinya, salah satu komponennya itu dapat menggantikan kedudukan
keseluruhannya. Misalnya, sedang membaca dalam kalimat nenek sedang
membaca komik di kamar, komponen keduanya yaitu membaca dapat
menggantikan kedudukan frase tersebut.
c) Frase koordinatif
Yaitu frase
yang komponen pembentuknya terdiri dari dua komponen atau lebih yang sama dan
sederajat, dan secara potensial dapat dihubungkan oleh konjungsi koordinatif,
baik yang tunggal seperti dan, atau, tetapi maupun
konjungsi terbagi seperti baik …. baik, makin …. makin,
dan baik …. maupun …. Frase koordinatif ini mempunyai kategori
sesuai dengan kategori komponen pembentuknya.
Contoh : sehat
dan kuat, buruh atau majikan, makin terang makin
baik,dan dari, oleh,untuk rakyat.
Frase
koordinatif yang tidak menggunakan konjungsi secara eksplisit, biasanya di
sebut frase parataksis. Contoh hilir mudik, tua muda, pulang pergi,sawah
ladang dan 2 3 hari.
d) Frase Apositif
Yaitu frase
koordinatif yang kedua komponennya saling merujuk sesamanya. Oleh karena itu,
urutan komponennya dapat di pertukarkan. Umpamanya, frase apositif pak Ahmad
guru saya dalam kalimat pak Ahanad, guru sya, rajin sekali dapat
diliat susunannya atau urutannya seperti pada kalimat guru saya, pak Ahmad
rajin sekali.
3.
Klausa
Klausa adalah satuan gramatika yang merupakan kelompok kata terdiri dari subjek (S)
dan predikat (P) baik disertai objek (O), dan keterangan (K), serta memilki
potensi untuk menjadi kalimat. Contoh : nenek membaca komik.
a) Klausa bebas
Yang
dimaksud klausa bebas adalah klausa yang mempunyai unsure-unsur lengkap,
sekurang-kurangnya mempunyai subjek dan predikat: dank arena itu, mempunyai
potensi untuk menjadi kalimat mayor. Umpama klausa Nenekku masih cantik
dan kakekku gagah berani, yang masing-masing hanya diberi intonasi final
sudah menjadi kalimat mayor: Nenekku masih cantik dan Kakekku gagah
berani.
b) Klausa terikat
Yaitu klausa
yang diawali dengan konjungsi suboordinatif. Biasanya dikenal pula dengan nama
klausa suboordinatif, atau klausa bawahan. Sedangkan klausa lain yang
hadir bersama dengan klausa bawahan itu dalam kalimat majemuk disebut klausa
atasan atau klausa utama.
Pada tingkat
kalimat, sebuah klausa terikat dapat juga menjadi sebuah kalimat: tetapi berupa
kalimat terikat, yakni terikat dengan kalimat bebas lainnya. Simak contoh
terikat:
“sekarang di
Riau sangat sukar mencari terubuk (1). Jangankan telurnya ikannya pun sukar
diperoleh (2). Kalaupun ada harganya melambung selangit (3). Makanya ada
kecemasan masyarakat disana bahwa terubuk yang spesifik itu akan punah (4)”.
Wacana tersebut dibangun oleh empat buah
kalimat. Kalimat (1) adalah sebuah kalimat bebas, yang tanpa kehadiran kalimat
lain dapat berdiri sendiri. Sedankan kalimat (2), kalimat (3), dan kalimat (4)
adalah kalimat terikat pada kalimat (1). Kalimat (1) berasal dari sebuah klausa
bebas: dan kalimat (2), (3), (4) berasal dari klausa terikat.
4.
Kalimat
Kalimat
adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen[4]
dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila
diperlukan, dan disertai dengan intonasi final.[5]
Jenis kalimat dapat dibedakan berdasarkan berbagai kriteria atau sudut
pandang. Oleh karena itu, dalam kepustakaan linguistik dan berbagai buku tata
bahasa kita dapati banyak sekali istilah untuk menamakan jenis-jenis kalimat
itu. Disini kita coba membedakan dan membicarakannya berdasarkan beberapa
dikotomi, pembagian yang juga biasa dilakukan orang.
a)
Kalimat inti
dan kalimat non inti
Kalimat inti, biasa juga disebut kalimat dasar,
adalah kalimat yang dibentuk dari klausa inti yang lengkap bersifat deklaratif,
aktif, atau netral, dan afirmatif. Dalam bahasa Indonesia paling tidak, kita
dapati kalimat inti dengan pola atau struktur sebagai berikut:
a.
FN + FV : Nenek datang
b.
FN + FV + FN : Nenek membaca komik
c.
FN + FV + FN
+ FN : Nenek membacakan kakek komik
d.
FN + FN : Nenek
dokter
e.
FN + FA :
Nenek cantik
f.
FN + FNum : Uangnya dua juta
Keterangan:
a)
FN : Frese nominal
b)
FV : Frase verbal
c)
FA : Frase adjektiva
d)
FNum : Frase numeral
e)
FP : Frase preposisi,
b)
FN dapat diisi oleh sebuah kata nominal, FV
dapay diisi oelh kata verbal, FA dapat diisi oleh sebuah kata akjedtiva, dan
FNUM dapat diisi oleh sebuah kata numeralia.
Kalimat ini dapat diubah menjadi kalimat non
inti dengan berbagai proses transformasi, seperti transformasi pemasifan, tranformasi
pengingkaran, transformasi penanyaan, transformasi pemerintahan, transformasi
pelepasan dan transformasi penambahan.
c)
Kalimat
tunggal dan kalimat majemuk
Perbedaan kalimat tunggal dan kalimat majemuk
berdasarkan banyaknya klausa yang ada dalam kalimat itu. Jika klausanya satu,
maka kalimat tersebut disebut kalimat tunggal. Kalau klausa di dalam sebuah
kalimat terdapat lebih dari satu, maka kalimat itu disebut kalimat majemuk.
d)
Kalimat
mayor dan kalimat minor
Perbedaan kalimat mayor dan kalimat minor
dilakukan berdasarkan lengkap dan tidaknya klausa yang menjadi konstituen dasar
kalimat itu. Kalau klausanya lengkap, sekurang-kurangnya memiliki unsure subjek
dan predikat, maka kalimat itu disebut kalimat mayor. Kalau klausanya tidak
lengkap, entah hanya terdiri dari subjek saja, predikat saja, objek saja,
ataukah keterangan saja, maka kalimat tersebut disebut kalimat minor.
e)
Kalimat
verbal dan kalimat non verbal
Kalimat verba adalah kalimat yang dibentuk dari
klausa verbal, atau kalimat yang predikatnya berupa kata atau frase yang
berkategori verba sedangkan kalimat non verbal adalah kalimat yang predikatnya
bukan kata atau frase verbal; bisa nominal, ajektifa, adverbi, atau numeralia.
f)
Kalimat
bebas dan kalimat terikat
Kalimat bebas adalah kalimat yang mempunyai
potensi untuk menjadi ujaran lengkap, atau dapat memulai sebuah paragraph atau
wacana tanpa bantuan kalimat atau konteks kalimat yang menjelaskannya.
Sedangkan kalimat terikat adalah kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri
sebagai ujaran lengka, atau menjadi pembuka paragraph atau wacana tanpa bantuan
konteks.
C. Perbedaan
Sintaksis Arab dan Indonesia
Struktur Sintaksis
Secara umum struktur sintaksis
terdiri dari susunan subjek (S), predikat (P), objek (O), dan keterangan (K)
yang berkenaan dengan fungsi sintaksis. Nomina, verba, ajektifa, dan numeralia
berkenaan dengan kategori sintaksis. Sedangkan pelaku, penderita, dan penerima
berkenaan dengan peran sintaksis.
1.
Frase adalah satuan gramatika yang terdiri dari gabungan dua kata atau
lebih yang mengisi salah satu fungsi sintaksis dalam kalimat dan bersifat non
predikatif atau tidak melampaui batas fungsi klausa, misalnya frasa ’akan
mampir’ dan frasa ’makan di warung’. Dari batasan di atas dapatlah dikemukakan
bahwa frase mempunyai dua sifat, yaitu a) frase merupakan satuan gramatik yang
terdiri dari dua kata atau lebih b) frase merupakan satuan yang tidak melebihi
batas fungsi unsur klausa.
2.
Kategori sintaktis adalah setiap kelas dari bagian-bagian yang dikenal
dalam sintaksis sebuah bahasa. Secara spesifik, kategori sintaktis adalah
kategori yang memberi tanda pada diagram struktur frasa: kalimat (K), frasa
Nominal (FN), frasa Verbal (FV), dan lain-lain (Matthews 1997: 368). Menurut
Trask (1999: 303), kategori sintaktis adalah segala sesuatu dari beberapa
kategori bagian gramatikal yang membentuk kalimat dalam sebuah bahasa. Kategori
terkecil dari kategori sintaktis adalah kategori leksikal, yang dikenal dengan
kelas kata, seperti Nomina, Verba, Preposisi. Bagian yang lebih besar adalah
kategori frasal, yang mewakili beberapa macam frasa yang ada dalam suatu bahasa
seperti frasa Nominal dan frasa Verbal. Dalam frasa Verbal, kategori yang
membentuk frasa ini adalah kategori leksikal. Pada bagian ini akan dikaji
unsur-unsur pengisi frasa Verbal berdasarkan kelas katanya..Beberapa keunikan
yang terdapat dalam aspek sintak adalah :
Konstruksi posesif dalam BI,
Pronomina persona selalu diletakkan setelah Nomina. Dalam BM, terdapat ciri
khas, terutama untuk penanda posesif orang pertama. Struktur posesif untuk
orang pertama BM mirip dengan bahasa Inggris (Sofyan dkk, 2008), seperti dalam
contoh: rumahku (rumah:non, ku:pron), sepeda motorku (sepeda motor:non,
nya:pron) = tang roma (tang:pro, roma:non), tang
sapedah montor (tang:pro, sapedah montor:non) dsb.
3.
Fungsi bahasa verba
Setiap unsur kalimat mempunyai
fungsi sendiri-sendiri. Fungsi mengacu pada unsur-unsur yang membentuk sebuah
kalimat. Istilah fungsi meliputi Subjek, Predikat, Objek, Pelengkap, dan
Keterangan. Jika ditinjau dari segi fungsinya dalam kalimat, frasa Verbal
menduduki fungsi sebagai Predikat. Walaupun demikian, frasa Verbal dapat pula
mendudiki fungsi lain seperti Subjek, Objek, Pelengkap, Keterangan dan Subjek
Apositif (Alwi, Hasan, 2003).
Sintaksis dalam bahasa Arab
Secara umum, ada banyak
batasan sintaksis yang telah dikemukakan oleh para linguis, Crystal (1980:346)
mendefinisikan sintaksis sebagai telaah tentang kaidah-kaidah yang mengatur
cara kata-kata dikombinasikan untuk membentuk kalimat dalam suatu bahasa. Tidak
beda jauh dengan sintaksis dalam versi bahasa arab yang mengalami penamaan
sebagai Ilmu Nahwu, yaitu ilmu yang membahas tentang kaidah-kaidah yang
digunakan untuk mengetahui hukum kalimat Arab, keadaan susunan i’rab dan
bina’nya dan syarat-syarat nawasikh, kembalinya ‘aid yang mengikutinya.
Dasar-Dasar Ilmu Nahwu
Kunci dalam mempelajari
bahasa adalah banyaknya kosa kata yang dimiliki (dihafal) dan menerapkannya di
dalam kalimat, dengan demikian ia akan mampu berbahasa dalam bahasa tersebut,
namun hal itu belum menjamin keselamatan ungkapan dari kepahaman dan
ketidakpahaman pendengar atau lawan berbicara yang disebabkan oleh kesalahan
penggunaan suatu kaedah, terutama dalam bahasa arab yang penuh dengan berbagai
macam kaedah yang mana bila salah dalam menggunakannya maka akan berakibat
fatal terhadap arti dan maksud dari ungkapan tersebut.
Setiap kalimat tersusun
dari beberapa kata yang mempunyai arti yang mana dapat menunjukkan akan
kedudukan dari kata tersebut di dalam kalimat, misalnya dalam bahasa Indonesia
dikenal dengan istilah SPO (subjek, predikat dan objek), begitu pun halnya
dalam bahasa Arab. Sedangkan "kata" itu sendiri di dalam bahasa Arab
terbagi menjadi tiga, yaitu:
a) Isim الاسم (Kata benda): Isim secara bahasa
adalah nama, yaitu sebutan yang menunjukkan suatu yang dinamakan, apakah
sebutan itu pada jenis atau pada unsurnya. Manusia ناس atau رَجُل adalah nama untuk suatu
jenis yang dinamakan manusia atau laki-laki, dan Ahmad أحْمد adalah nama untuk individu yang dinamakan Ahmad. Semua kata ini adalah isim. Dalam pengertian
yang paling sederhana merujuk padanan dalam bahasa Indonesia, maka isim adalah
nominal. Sedangkan dalam istilah Nahwu, isim adalah suatu kata yang menunjukkan
makna tersendiri dan tidak terikat dengan waktu.
b) Fi'il الفِعل: Fi’il secara bahasa berarti
kejadian atau pekerjaan. Dan padanannya dalam bahasa Indonesia adalah kata
kerja atau verbal. Sedangkan dalam istilah nahwu, Fi’il adalah kata yang
menunjukkan suatu makna tersendiri dan terikat dengan salah satu dari tiga
bentuk waktu; masa lampau, masa sekarang, dan masa yang akan datang.
c) Huruf الحرف
Huruf adalah jenis kata yang berfungsi sebagai kata bantu, yaitu kata yang
mengandung makna yang tidak berdiri sendiri. Maknanya hanya bisa diketahui
dengan bersandingan dengan kata lain, baik isim atau Fi’il.
Menurut saya dalam sebuah bahasa tidak akan terlepas dari pola kalimat,
baik itu bahasa daerah maupun bahasa Negara, dalam susunan kalimatnyapun
kebanyakan sama, yaitu memiliki SPOK meskipun kadang susunannya tidak selalu
berurutan namun kalimat itu akan tetap mengandung SPOK.
Jika dalam bahasa Indonesia susunan kalimatnya lengkap terdapat frasa,
kalusa, atau tata bahasa yang dimiliki lengkap, bahasa Arab dan bahasa Madura
juga memiliki itu dan dari setiap bahasa memiliki keunikan masing-masing.
PENUTUP
Kesimpulan
Sintaksis merupakan bagian dari ilmu bahasa yang didalamnya mengkaji tentang
kata dan kelompok kata yang membentuk frasa, klausa, dan kalimat. Satuan Sintaksis terdiri dari kata, frase, klausa, dan kalimat.
1.
Kata merupakan satuan bahasa terkecil yang dapat berdiri sendiri, yang secara hierarkial menjadi komponen
pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar, yaitu frase.
2.
Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif.
3.
Klausa adalah satuan gramatika yang merupakan kelompok kata terdiri dari subjek (S)
dan predikat (P) baik disertai objek (O), dan keterangan (K), serta memilki
potensi untuk menjadi kalimat.
4.
Kalimat
adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa
klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, dan disertai dengan
intonasi final.
Perbedaan yang mendasar antara sintaksis
bahasa Indonesia dan bahasa Arab:
|
Sintaksis bahasa Indonesia
|
Sintaksis bahasa Arab
|
Kata
|
Merupakan bagian kalimat yang termasuk bagian
terkecil.
|
Disebut juga (kalimah), terbagi menjadi isim; fi’il;
dan huruf.
|
Frase
|
Terdiri dari dua kata atau lebih
|
Disebut juga (tarkib) yang berarti kelompok kata
yang merupakan fungsional dari tuturan yang lebih panjang.
|
Klausa
|
Satuan gramatika yang terdiri dari subjek, predikat,
objek, dan keterangan serta memiliki potensi untuk menjadi kalimat
|
Disebut (jumailah) yang terdiri dari fungsi subjek
dan predikat yang potensi menjadi kalimat
|
Kalimat
|
Merupakan susunan kata-kata yang teratur yang berisi
pikiran yang lengkap
|
Disebut (jumlah) konstruksi yang terdiri dari dua
kata atau lebih yang mengandung arti, disengaja, serta berbahasa arab. Sebuah
kalimat bahasa Arab paling tidak terdiri dari dua unsur
|
DAFTAR
PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum.
Jakarta : Rineka Cipta
___________. 2009. Sintaksis Bahasa
Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta
Hidayatullah, Moch Syarif. 2012. Cakrawala
Linguistik Arab. Tanggerang Selatan : Al-Kitabah
Parera, J.D. 2009. Dasar-dasar Analisis
Sintaksis. Jakarta : Erlangga
Tarigan, Henry Guntur. 1986. Psikolinguistik.
Bandung : Angkasa
http://abasawatawalla01.blogspot.com/2013/02/kata-frasa-klausa-dan-diksi.html
0 komentar:
Posting Komentar