Jumat, 04 September 2015

SINTAKSIS



PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang

Jika berbicara mengenai sintaksis, mungkin sebagian orang telah mengetahuinya. Namun, masih banyak yang belum mengetahui makna dan hakikat sintaksis. Padahal sintaksis begitu penting, karena penggunaannya begitu dekat bagi masyarakat Indonesia. Banyak permasalahan yang ada ketika mendalami penguasaan sintaksis dan hakikatnya. Perlu pendalaman dan banyak mempraktekan dalam dunia kebahasaan. Karena ilmu sintaksis sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Sebenarnya apa yang dimaksud dengan sintaksis itu? Sintaksis merupakan ilmu yang mempelajari tentang tata bahasa. Sintaksis juga dapat dikatakan tata bahasa yang membahas hubungan antarkata dalam tuturan.
Sintaksis merupakan cabang linguistik yang membicarakan hubungan antar kata dalam tuturan (speech). Unsur bahasa yang termasuk di dalam lingkup sintaksis adalah frase, klausa dan kalimat. Di dalam makalah ini akan dibahas pokok bahasan tersebut secara rinci.

B.       Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apa definisi dari sintaksis Bahasa Indonesia?
2.      Apa saja yang termasuk satuan sintaksis Bahasa Indonesia?
3.      Apa yang dimaksud dengan kata, frase, klausa dan kalimat?
4.      Apa perbedaan sintaksis Arab dan Indonesia?

C.      Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Dapat memahami pengertian dari sintaksis.
2.      Dapat mengetahui satuan sintaksis Bahasa Indonesia.
3.      Dapat memahami secara jelas kata, frase, klausa dan kalimat.
4.      Dapat membedakan antara sintaksis Arab dan Indonesia.








PEMBAHASAN

A.    Definisi Sintaksis

Kata sintaksis berasal dari kata yunani (sun = “dengan” + tattein “menempatkan”). Jadi, kata sintaksis secara etimologis berarti menempatkan kata secara bersamaan menjadi kelompok kata atau kalimat. Menurut Chomsky “sintaksis adalah telaah mengenai prinsip-prinsip dan proses-proses yang dipergunakan untuk membangun kalimat-kalimat dalam bahasa-bahasa tertentu”(Chomsky, 1957:11).
Dari beberapa pernyataan yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa sintaksis merupakan bagian dari ilmu bahasa yang didalamnya mengkaji tentang kata dan kelompok kata yang membentuk frasa, klausa, dan kalimat.

B.     Satuan Sintaksis
1.      Kata
Dalam tataran sintaksis, kata merupakan satuan bahasa terkecil yang dapat berdiri sendiri, yang secara hierarkial menjadi komponen pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar, yaitu frase.[1] Umumnya kata terdiri dari satu akar kata tanpa atau dengan beberapa afiks[2]. Gabungan kata-kata dapat membentuk frasa, klausa, atau kalimat.
Sebagai satuan terkecil dalam sintaksis, kelas kata terbagi menjadi dua macam, yaitu kata penuh (fullword) dan kata tugas (functionword). Kata penuh adalah kata yang secara leksikal memiliki makna, mempunyai kemungkinan untuk mengalami morfologi, merupakan kelas terbuka, dan dapat berdiri sendiri sebagai sebuah satuan tuturan. Sedangakan kata tugas adalah kata yang secara leksikal tidak mempunyai makna, tidak mengalami proses morfologi, merupakan kelas tertutup, dan tidak dapat berdiri sendiri.
Yang merupakan kata penuh adalah kata-kata yang termasuk kategori nomina, verba, adjektifa, adverbial, dan numeralia. Sedangkan yang termasuk kata tugas adalah kata-kata yang berkategori preposisi dan konjungsi.
Sebagai kata penuh, kata-kata yang berkategori nomina, verba dan adjektifa memiliki makna leksikal masing-masing, misalnya kata ‘ayam’ dan ‘masjid’, memiliki makna ‘sejenis binatang ternak’ dan ‘tempat ibadah orang islam’. Dibandingkan dengan kata ‘dan’ dan ‘meskipun’ yang tidak mempunyai makna leksikal, tetapi mempunyai tugas sintaksis: ‘dan’ untuk menggabungkan menambah dua buah konstituen, dan ‘meskipun’ untuk menggabungkan menyatakan penegasan. Sebagai kata penuh, kata-kata yang berkategori nomina, verba, dan adjektifa dapat mengalami proses morfologi, seperti kata ‘kucing’ yang dapat diberi prefiks ber- sehingga menjadi berkucing, atau dapat diberi prefiks ber-disertai perulangan, dan diberi sufiks –an, sehingga menjadi berkucing-kucingan. Bandingkan dengan kata ‘dan’ yang tidak bisa menjadi *berdan atau *mendankan.
Dalam bahasa Arab kategori yang disebut harfun seperti inna, law, dan min tidak mengalami proses morfologi. Berbeda dengan kategori yang disebut ismun dan fi’lun yang dapat mengalami proses morfologi. Seperti nomina ‘muslimun’ yang dapat menjadi ‘muslimaani’ dan ‘mmuslimuuna’: dan dari akar verba *k-t-b menjadi ‘katab’, ‘yaktubu’, dan ‘maktab’.

2.      Frase
Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif.[3] Misalnya: bayi sehat, pisang goreng, sangat enak, dan gunung tinggi disebut frasa karena merupakan konstruksi nonpredikatif. Pada bagan di bawah, kata nenek dan membaca bukanlah termasuk frase. Sedangkan buku humor dan di kamar tidur adalah frase.

S
P
O
K
Nenek
membaca
buku humor
di kamar tidur

Salah satu unsur frase yaitu tidak dapat dipindahkan “sendirian”. Jika ingin dipindahkan, maka harus dipindahkan secara keseluruhan sebagai satu kesatuan.

Kalimat
Nenek membaca buku humor di kamar tidur
Dipindahkan sendirian
*tidur Nenek membaca buku humor di kamar
Dipindahkan keseluruhan
Di kamar tidur nenek membaca buku humor

Frase dibedakan menjadi empat jenis, frase eksosentrik, frase endosentrik, frase koordinatif, dan frase apositif.
a)      Frase eksosentrik
Yaitu frase yang komponen-komponenya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya,misalnya, frase ‘di pasar’, yang terdiri dari komponen ‘di’ dan komponen ‘pasar’. Secara keseluruhan atau secara utuh frase ini dapat mengisi fungsi keterangan, misalnya, dalam kalimat
‘Dia berdagang di pasar’.
Komponen ‘di’maupun komponen ‘pasar’ tidak dapat menduduki fungsi keterangan dalam kalimat tersebut. Sebab konstruksi ‘dia berdagang di’ dan ‘dia berdagang pasar’ tidak berterima.

b)      Frase endosentrik
Yaitu frase yang salah satu unsurnya atau komponennya memiliki perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Artinya, salah satu komponennya itu dapat menggantikan kedudukan keseluruhannya. Misalnya, sedang membaca dalam kalimat nenek sedang membaca komik di kamar, komponen keduanya yaitu membaca dapat menggantikan kedudukan frase tersebut.

c)      Frase koordinatif
Yaitu frase yang komponen pembentuknya terdiri dari dua komponen atau lebih yang sama dan sederajat, dan secara potensial dapat dihubungkan oleh konjungsi koordinatif, baik yang tunggal seperti dan, atau, tetapi maupun konjungsi terbagi seperti baik …. baik, makin …. makin, dan baik …. maupun …. Frase koordinatif ini mempunyai kategori sesuai dengan kategori komponen pembentuknya.
Contoh : sehat dan kuat, buruh atau majikan, makin terang makin baik,dan dari, oleh,untuk rakyat.
Frase koordinatif yang tidak menggunakan konjungsi secara eksplisit, biasanya di sebut frase parataksis. Contoh hilir mudik, tua muda, pulang pergi,sawah ladang dan 2 3 hari.

d)      Frase Apositif
Yaitu frase koordinatif yang kedua komponennya saling merujuk sesamanya. Oleh karena itu, urutan komponennya dapat di pertukarkan. Umpamanya, frase apositif pak Ahmad guru saya dalam kalimat pak Ahanad, guru sya, rajin sekali dapat diliat susunannya atau urutannya seperti pada kalimat guru saya, pak Ahmad rajin sekali.


3.         Klausa
Klausa adalah satuan gramatika yang merupakan kelompok kata terdiri dari subjek (S) dan predikat (P) baik disertai objek (O), dan keterangan (K), serta memilki potensi untuk menjadi kalimat. Contoh : nenek membaca komik.

a)      Klausa bebas
Yang dimaksud klausa bebas adalah klausa yang mempunyai unsure-unsur lengkap, sekurang-kurangnya mempunyai subjek dan predikat: dank arena itu, mempunyai potensi untuk menjadi kalimat mayor. Umpama klausa Nenekku masih cantik dan kakekku gagah berani, yang masing-masing hanya diberi intonasi final sudah menjadi kalimat mayor: Nenekku masih cantik dan Kakekku gagah berani.

b)      Klausa terikat
Yaitu klausa yang diawali dengan konjungsi suboordinatif. Biasanya dikenal pula dengan nama klausa suboordinatif, atau klausa bawahan. Sedangkan klausa lain yang hadir bersama dengan klausa bawahan itu dalam kalimat majemuk disebut klausa atasan atau klausa utama.

Pada tingkat kalimat, sebuah klausa terikat dapat juga menjadi sebuah kalimat: tetapi berupa kalimat terikat, yakni terikat dengan kalimat bebas lainnya. Simak contoh terikat:

“sekarang di Riau sangat sukar mencari terubuk (1). Jangankan telurnya ikannya pun sukar diperoleh (2). Kalaupun ada harganya melambung selangit (3). Makanya ada kecemasan masyarakat disana bahwa terubuk yang spesifik itu akan punah (4)”.
    Wacana tersebut dibangun oleh empat buah kalimat. Kalimat (1) adalah sebuah kalimat bebas, yang tanpa kehadiran kalimat lain dapat berdiri sendiri. Sedankan kalimat (2), kalimat (3), dan kalimat (4) adalah kalimat terikat pada kalimat (1). Kalimat (1) berasal dari sebuah klausa bebas: dan kalimat (2), (3), (4) berasal dari klausa terikat.


4.         Kalimat
Kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen[4] dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, dan disertai dengan intonasi final.[5] 
Jenis kalimat dapat dibedakan berdasarkan berbagai kriteria atau sudut pandang. Oleh karena itu, dalam kepustakaan linguistik dan berbagai buku tata bahasa kita dapati banyak sekali istilah untuk menamakan jenis-jenis kalimat itu. Disini kita coba membedakan dan membicarakannya berdasarkan beberapa dikotomi, pembagian yang juga biasa dilakukan orang.
a)      Kalimat inti dan kalimat non inti
Kalimat inti, biasa juga disebut kalimat dasar, adalah kalimat yang dibentuk dari klausa inti yang lengkap bersifat deklaratif, aktif, atau netral, dan afirmatif. Dalam bahasa Indonesia paling tidak, kita dapati kalimat inti dengan pola atau struktur sebagai berikut:
a.       FN + FV                                           : Nenek datang
b.      FN + FV +    FN                               : Nenek membaca komik
c.       FN + FV +    FN + FN                     : Nenek membacakan kakek komik
d.      FN + FN                                           : Nenek dokter
e.       FN + FA                                           : Nenek cantik
f.       FN + FNum                          : Uangnya dua juta

Keterangan:
a)      FN           : Frese nominal
b)      FV           : Frase verbal
c)      FA           : Frase adjektiva
d)     FNum      : Frase numeral
e)      FP           : Frase preposisi,
b)       FN dapat diisi oleh sebuah kata nominal, FV dapay diisi oelh kata verbal, FA dapat diisi oleh sebuah kata akjedtiva, dan FNUM dapat diisi oleh sebuah kata numeralia.
Kalimat ini dapat diubah menjadi kalimat non inti dengan berbagai proses transformasi, seperti transformasi pemasifan, tranformasi pengingkaran, transformasi penanyaan, transformasi pemerintahan, transformasi pelepasan dan transformasi penambahan.

c)      Kalimat tunggal dan kalimat majemuk
Perbedaan kalimat tunggal dan kalimat majemuk berdasarkan banyaknya klausa yang ada dalam kalimat itu. Jika klausanya satu, maka kalimat tersebut disebut kalimat tunggal. Kalau klausa di dalam sebuah kalimat terdapat lebih dari satu, maka kalimat itu disebut kalimat majemuk.

d)     Kalimat mayor dan kalimat minor
Perbedaan kalimat mayor dan kalimat minor dilakukan berdasarkan lengkap dan tidaknya klausa yang menjadi konstituen dasar kalimat itu. Kalau klausanya lengkap, sekurang-kurangnya memiliki unsure subjek dan predikat, maka kalimat itu disebut kalimat mayor. Kalau klausanya tidak lengkap, entah hanya terdiri dari subjek saja, predikat saja, objek saja, ataukah keterangan saja, maka kalimat tersebut disebut kalimat minor.

e)      Kalimat verbal dan kalimat non verbal
Kalimat verba adalah kalimat yang dibentuk dari klausa verbal, atau kalimat yang predikatnya berupa kata atau frase yang berkategori verba sedangkan kalimat non verbal adalah kalimat yang predikatnya bukan kata atau frase verbal; bisa nominal, ajektifa, adverbi, atau numeralia.

f)       Kalimat bebas dan kalimat terikat
Kalimat bebas adalah kalimat yang mempunyai potensi untuk menjadi ujaran lengkap, atau dapat memulai sebuah paragraph atau wacana tanpa bantuan kalimat atau konteks kalimat yang menjelaskannya. Sedangkan kalimat terikat adalah kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai ujaran lengka, atau menjadi pembuka paragraph atau wacana tanpa bantuan konteks.


C.    Perbedaan Sintaksis Arab dan Indonesia

Struktur Sintaksis

Secara umum struktur sintaksis terdiri dari susunan subjek (S), predikat (P), objek (O), dan keterangan (K) yang berkenaan dengan fungsi sintaksis. Nomina, verba, ajektifa, dan numeralia berkenaan dengan kategori sintaksis. Sedangkan pelaku, penderita, dan penerima berkenaan dengan peran sintaksis.

1.        Frase adalah satuan gramatika yang terdiri dari gabungan dua kata atau lebih yang mengisi salah satu fungsi sintaksis dalam kalimat dan bersifat non predikatif atau tidak melampaui batas fungsi klausa, misalnya frasa ’akan mampir’ dan frasa ’makan di warung’. Dari batasan di atas dapatlah dikemukakan bahwa frase mempunyai dua sifat, yaitu a) frase merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih b) frase merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa.
2.        Kategori sintaktis adalah setiap kelas dari bagian-bagian yang dikenal dalam sintaksis sebuah bahasa. Secara spesifik, kategori sintaktis adalah kategori yang memberi tanda pada diagram struktur frasa: kalimat (K), frasa Nominal (FN), frasa Verbal (FV), dan lain-lain (Matthews 1997: 368). Menurut Trask (1999: 303), kategori sintaktis adalah segala sesuatu dari beberapa kategori bagian gramatikal yang membentuk kalimat dalam sebuah bahasa. Kategori terkecil dari kategori sintaktis adalah kategori leksikal, yang dikenal dengan kelas kata, seperti Nomina, Verba, Preposisi. Bagian yang lebih besar adalah kategori frasal, yang mewakili beberapa macam frasa yang ada dalam suatu bahasa seperti frasa Nominal dan frasa Verbal. Dalam frasa Verbal, kategori yang membentuk frasa ini adalah kategori leksikal. Pada bagian ini akan dikaji unsur-unsur pengisi frasa Verbal berdasarkan kelas katanya..Beberapa keunikan yang terdapat dalam aspek sintak adalah :
Konstruksi posesif dalam BI, Pronomina persona selalu diletakkan setelah Nomina. Dalam BM, terdapat ciri khas, terutama untuk penanda posesif orang pertama. Struktur posesif untuk orang pertama BM mirip dengan bahasa Inggris (Sofyan dkk, 2008), seperti dalam contoh: rumahku (rumah:non, ku:pron), sepeda motorku (sepeda motor:non, nya:pron) = tang roma (tang:pro, roma:non), tang sapedah montor (tang:pro, sapedah montor:non) dsb.

3.        Fungsi bahasa verba
Setiap unsur kalimat mempunyai fungsi sendiri-sendiri. Fungsi mengacu pada unsur-unsur yang membentuk sebuah kalimat. Istilah fungsi meliputi Subjek, Predikat, Objek, Pelengkap, dan Keterangan. Jika ditinjau dari segi fungsinya dalam kalimat, frasa Verbal menduduki fungsi sebagai Predikat. Walaupun demikian, frasa Verbal dapat pula mendudiki fungsi lain seperti Subjek, Objek, Pelengkap, Keterangan dan Subjek Apositif (Alwi, Hasan, 2003).

Sintaksis dalam bahasa Arab
Secara umum, ada banyak batasan sintaksis yang telah dikemukakan oleh para linguis, Crystal (1980:346) mendefinisikan sintaksis sebagai telaah tentang kaidah-kaidah yang mengatur cara kata-kata dikombinasikan untuk membentuk kalimat dalam suatu bahasa. Tidak beda jauh dengan sintaksis dalam versi bahasa arab yang mengalami penamaan sebagai Ilmu Nahwu, yaitu ilmu yang membahas tentang kaidah-kaidah yang digunakan untuk mengetahui hukum kalimat Arab, keadaan susunan i’rab dan bina’nya dan syarat-syarat nawasikh, kembalinya ‘aid yang mengikutinya.
Dasar-Dasar Ilmu Nahwu
Kunci dalam mempelajari bahasa adalah banyaknya kosa kata yang dimiliki (dihafal) dan menerapkannya di dalam kalimat, dengan demikian ia akan mampu berbahasa dalam bahasa tersebut, namun hal itu belum menjamin keselamatan ungkapan dari kepahaman dan ketidakpahaman pendengar atau lawan berbicara yang disebabkan oleh kesalahan penggunaan suatu kaedah, terutama dalam bahasa arab yang penuh dengan berbagai macam kaedah yang mana bila salah dalam menggunakannya maka akan berakibat fatal terhadap arti dan maksud dari ungkapan tersebut. 
Setiap kalimat tersusun dari beberapa kata yang mempunyai arti yang mana dapat menunjukkan akan kedudukan dari kata tersebut di dalam kalimat, misalnya dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah SPO (subjek, predikat dan objek), begitu pun halnya dalam bahasa Arab. Sedangkan "kata" itu sendiri di dalam bahasa Arab terbagi menjadi tiga, yaitu:

a)      Isim الاسم (Kata benda): Isim secara bahasa adalah nama, yaitu sebutan yang menunjukkan suatu yang dinamakan, apakah sebutan itu pada jenis atau pada unsurnya. Manusia ناس atau رَجُل adalah nama untuk suatu jenis yang dinamakan manusia atau laki-laki, dan Ahmad أحْمد adalah nama untuk individu yang dinamakan Ahmad. Semua kata ini adalah isim. Dalam pengertian yang paling sederhana merujuk padanan dalam bahasa Indonesia, maka isim adalah nominal. Sedangkan dalam istilah Nahwu, isim adalah suatu kata yang menunjukkan makna tersendiri dan tidak terikat dengan waktu.

b)      Fi'il الفِعل: Fi’il secara bahasa berarti kejadian atau pekerjaan. Dan padanannya dalam bahasa Indonesia adalah kata kerja atau verbal. Sedangkan dalam istilah nahwu, Fi’il adalah kata yang menunjukkan suatu makna tersendiri dan terikat dengan salah satu dari tiga bentuk waktu; masa lampau, masa sekarang, dan masa yang akan datang.

c)      Huruf الحرف
Huruf adalah jenis kata yang berfungsi sebagai kata bantu, yaitu kata yang mengandung makna yang tidak berdiri sendiri. Maknanya hanya bisa diketahui dengan bersandingan dengan kata lain, baik isim atau Fi’il.

Menurut saya dalam sebuah bahasa tidak akan terlepas dari pola kalimat, baik itu bahasa daerah maupun bahasa Negara, dalam susunan kalimatnyapun kebanyakan sama, yaitu memiliki SPOK meskipun kadang susunannya tidak selalu berurutan namun kalimat itu akan tetap mengandung SPOK.

Jika dalam bahasa Indonesia susunan kalimatnya lengkap terdapat frasa, kalusa, atau tata bahasa yang dimiliki lengkap, bahasa Arab dan bahasa Madura juga memiliki itu dan dari setiap bahasa memiliki keunikan masing-masing.


























PENUTUP

Kesimpulan

Sintaksis merupakan bagian dari ilmu bahasa yang didalamnya mengkaji tentang kata dan kelompok kata yang membentuk frasa, klausa, dan kalimat. Satuan Sintaksis terdiri dari kata, frase, klausa, dan kalimat.
1.             Kata merupakan satuan bahasa terkecil yang dapat berdiri sendiri, yang secara hierarkial menjadi komponen pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar, yaitu frase.
2.             Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif.
3.             Klausa adalah satuan gramatika yang merupakan kelompok kata terdiri dari subjek (S) dan predikat (P) baik disertai objek (O), dan keterangan (K), serta memilki potensi untuk menjadi kalimat.
4.             Kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, dan disertai dengan intonasi final.

Perbedaan yang mendasar antara sintaksis bahasa Indonesia dan bahasa Arab:


Sintaksis bahasa Indonesia
Sintaksis bahasa Arab
Kata
Merupakan bagian kalimat yang termasuk bagian terkecil.
Disebut juga (kalimah), terbagi menjadi isim; fi’il; dan huruf.
Frase
Terdiri dari dua kata atau lebih
Disebut juga (tarkib) yang berarti kelompok kata yang merupakan fungsional dari tuturan yang lebih panjang.
Klausa
Satuan gramatika yang terdiri dari subjek, predikat, objek, dan keterangan serta memiliki potensi untuk menjadi kalimat
Disebut (jumailah) yang terdiri dari fungsi subjek dan predikat yang potensi menjadi kalimat
Kalimat
Merupakan susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap
Disebut (jumlah) konstruksi yang terdiri dari dua kata atau lebih yang mengandung arti, disengaja, serta berbahasa arab. Sebuah kalimat bahasa Arab paling tidak terdiri dari dua unsur




DAFTAR PUSTAKA


Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta
___________. 2009. Sintaksis Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta
Hidayatullah, Moch Syarif. 2012. Cakrawala Linguistik Arab. Tanggerang Selatan : Al-Kitabah
Parera, J.D. 2009. Dasar-dasar Analisis Sintaksis. Jakarta : Erlangga
Tarigan, Henry Guntur. 1986. Psikolinguistik. Bandung : Angkasa




http://abasawatawalla01.blogspot.com/2013/02/kata-frasa-klausa-dan-diksi.html


[1] Linguistik Umum
[2] Imbuhan baik di awal (prefiks atau awalan), tengah (infiks atau sisipan), maupun akhir (sufiks atau akhiran) kata.
[3] Kamus Besar Bahasa Indonesia
[4] Bagian yang terpenting dalam struktur kalimat bahasa Indonesia
[5] Sintaksis Bahasa Indonesia (Abdul Chaer, 2009:44)

0 komentar:

Posting Komentar