Siti Farhana Fajriyah (1113024000027)
Mawlawi ar-Rumi (1207 M-1273 M)
BIOGRAFI
Jalal al-Din Muhammad Balkhi, yang lebih dikenal dengan Mulla ye
Roum dan Mawlawi ye Rumi dilahirkan pada tanggal 6 Rabiul Awwal
tahun 604 Hijriah, atau tanggal 30 September 1207 Masehi di Balkh (Afghanistan) pada masa pemerintahan Kharazmshah.
Bapaknya bernama Maulana Muhammad ibn Hussain adalah seorang Mubalig besar yang
dikenal dengan nama Baha al-Din Walad atau Sultan al-Ulama’.
Sekitar tahun 616 H/ 1219 M, bangsa Mongol hampir memasuki Balkh, Rumi dan
keluarganya diam-diam pergi untuk beribadah haji, namun tidak untuk kembali.
Setelah menjalankan ibadah haji, Baha al-Din Walad menuju Asia kecil (Konya/
Turki). Ketika Rumi berusia 18 tahun, ia menikah dengan Jawhar Khatun, putri
Lala Syarif al-Din. Keluarga Rumi diterima dengan baik oleh penguasa
Saljuk dan ayahnya dijadikan guru spiritualnya bahkan sang penguasa
memberi gelar kehormatan sebagai “Sultan Al-Ulama”. Pada tahun 1230 Baha al-Din
Walad meninggal dunia.
Setelah kematian ayahnya, Rumi yang berusia 25 tahun menggantikan posisi
ayahnya sebagai sebagai penasihat para ulama Konya dan murid-murid ayahnya. Satu tahun kemudian, ia berguru pada Sayyid Burhan al-Din al-Muhaqqiq
al-Tirmidzi yang merupakan murid bapaknya selama 9 tahun untuk mendapatkan
pendidikan moral dan kesempurnaan spirituallitas.
Kemudian pada usia
40 tahun, ia berguru kepada seorang sufi yaitu Syams al-Din al-Tibrizi di
Cosnia (642H/1245M) yang mengubah Rumi
dari seorang Teolog terkemuka menjadi seorang penyair mistik yang sangat
terkenal. Kekagumannya
pada sang guru sufi ini membuatnya meninggalkan murid-muridnya. Bahkan ia rela
pergi untuk menyusul sang sufi ini (645 H/1247 M) saat sang sufi tersebut pergi
meninggalkan Cosnia menuju Damaskus karena disakiti murid-muridnya. Namun, kepergiannya untuk
menemukan gurunya tidak membuahkan hasil.
Selang 7 tahun, beliau bertemu dengan Salah al-Din Zarkub dan berguru
kepadanya. Setelah Salah al-Din Zarkub wafat, dia berguru pada Hisam al-Din
Khalafi, seorang tokoh sufi dan mistik besar selama 10 tahun.
Jalal al-Din meninggal pada tanggal 16 Desember 672 H/1274 M di Cosnia dan dimakamkan di Kota Konya. Makamnya
dikeramatkan dan diziarahi para pengikutnya sampai sekarang.
Karya-karyanya berbentuk prosa dan puisi seperti Masnawi yang
terdiri dari 26.000 bait dibagi dalam 6 volume, Diwan e-Kabir tediri atas 50.000
bait, sejumlah syair 4 baris, Maktubat (surat-surat), Fih M Fih dan Majales
e-Sab’ah (tujuh sesi).
Diwan (Kumpulan syair) terdiri dari kurang lebih 3.230 ghazal, yang jumlah
keseluruhannya mencapai 35.000 syair, 44 ta’rifat, sebuah bentuk puisi yang
terdiri dari dua atau lebih ghazal, yang seluruhnya berjumlah 1.700 syair dan
Ruba’iyyat (sajak-sajak yang terdiri dari empat baris). Diwan lebih mencakup
keseluruhan syair Rumi di banding Matsnawi, yang disusun dalam rentang waktu
sejak kedatangan Syams di Konya hingga menjelang akhir hayat Rumi.
Sebagian besar syair
Rumi dalam Diwan mempresentasikan pengalaman-pengalaman atau maqam-maqam
spiritual tertentu, seperti persatuan dengan Tuhan ataupun perpisahan
dengan-Nya. Semua itu dilukiskannya secara selaras melalui simbol-simbol dan
perumpamaan-perumpamaan. Meskipun tiap halaman Diwan mengandung muatan ajaran,
tetapi sebenarnya ia merupakan pengkristalan kumpulan pengalaman pribadi Rumi
dalam menapaki jalan menuju Tuhan.
Dalam sebagian besar
tulisan Rumi, secara jelas ditunjukan bahwa ia tidak semata-mata hendak
memberikan penjelasan, tetapi arahan. Syair-syair yang ia gubah,
khotbah-khotbah yang ia sampaikan, tidak sekedar untuk memberikan pemahaman
berkaitan dengan ajaran-ajaran Islam, tidak juga bermaksud menjelaskan apa itu
sufisme, tetapi sesungguhnya ia ingin menggugah kesadaran manusia bahwa sebagai
makhluk, manusia telah terikat oleh kodrat keterciptaannya untuk selalu
mengarahkan seluruh hidupnya pada Tuhan dan sepenuhnya hanya menghambakan diri
pada-Nya
Pemikiran Jalal al-Din
SIFAT DASAR TUHAN, ALAM DAN MAKHLUK
Salah satu aspek yang akan ditemukan dalam karya-karya Mawlawi,
baik prosa maupun puisinya, bahkan oleh para penikmat seni, adalah keyakinannya
bahwa dunia adalah sesuatu yang nyata, bukan ilusi atau imajinasi belaka. Dia
berpendapat bahwa seluruh eksitensi yang ada, telah ada sejak semula yang
menyatu dalam kesatuan eksitensi absolut tanpa ada perbedaan antara satu dengan
yang lain. Tapi setelah turun pada tingkat yang lebih rendah, maka ia akan
diliputi dengan keragaman atau bentuknya kan berbeda-beda.
Perumpamaan berupa
cahaya yang dapat menjelaskan perbedaan dan intensitas atau kelemahan dari
eksitensi itu. Dia mengatakan bahwa layaknya matahari yang merupakan satu benda,
tetapi kemudian memancarkan cahaya pada gelas. Maka pada saat itu, gelas-gelas
tersebut akan memantulkan berbagai bentuk cahaya dan tingkat intensitasnya akan
berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Dan ketika cahaya tersebut masuk
pada gelas-selas itu, maka eksistensi bentuk dari setiap pantulan dengan
berbagai intensitas tersebut akan kelihatan berbeda-beda.
TINGKATAN EKSISTENSI
Mawlawi
berpendapat bahwa tingkatan atau level berbagai eksistensi, layaknya lingkaran,
terbagi dalam dua bagian, separuh daripadanya adalah pancaran yang turun dan
separuh lainnya adalah pancaran yang naik.
Yang paling tinggi
adalah awal dari semua pancaran yang turun, yaitu eksistensi Tuhan yang
memiliki seluruh sifat-sifat kesempurnaan, sementara eksistensi yang lain ada
setelah-Nya dan berasal daripada-Nya.
Eksistensi adalah
hakikat yang abadi dimana hakikat intelek Tuhan tidak memiliki sifat
ketergantungan tetapi ia adalah eksistensi yang di sebabkan oleh adanya Tuhan.
Level berikutnya
adalah eksistensi yang terbentang, emanasi yang pertama atau nafas Tuhan yaitu
keseluruhan intelek (‘aql al-kull). Selanjutnya, ada level malaikat,
sesuatu yang abstrak dan tanpa materi.
Level berikutnya adalah dunia binatang. Kemudian dunia tumbuhan dan
yang terakhir adalah dunia zat. Ketiga dunia tersebut merupakan dunia materi.
PENCIPTAAN YANG KONSTAN DAN PEMBARUAN SEJUMLAH IDE DI ALAM
Perpanjangan
eksistensi dan benda adalah sesuatu yang mendapat jaminan dari Tuhan pada dunia
ini dan kesatuan benda-benda pada setiap kesempatan dan waktu, sehingga tidak
ada yang akan tetap sama pada dua waktu yang berbeda-beda.
PERLAWANAN ALAM
Diantara
karakteristik dunia materi adalah adanya perlawanan pada eksistensinya.
Keberadaan dunia ini adalah pemakan dan yang dimakan (akl wa ma’kul).
DISTRIBUSI SIFAT-SIFAT DAN KESEMPURNAAN DI SELURUH ALAM
Semua makhluk,
termasuk partikel materi yang paling kecil sekalipun, dilengkapi dengan
kemampuan untuk mendengar, melihat dan memahami. Mereka selalu menyanyikan
nyanyian Tuhan dan membimbing manusia untuk melihat spiritualitas dan kehidupan
yang nyata. Hal ini tentunya tidak mungkin dijangkau oleh seseorang yang terjebak
pada hawa nafsu dan keinginannya.
EVOLUSI DAN KENAIKAN SEMESTA DAN MANUSIA
Dunia benda-benda
melihat cahaya siang ketika materi awal dari dunia ini terkumpul. Kemudian
materi itu berubah ke level yang paling rendah yaitu dunia tumbuhan. Dan secara
berangsur-angsur masuk pada levelnya yang tertinggi, yang memiliki batang,
daun, buah dan sebagainya. Selanjutnya berubah dan masuk pada level yang paling
rendah yaitu dunia binatang yang memiliki berbagai macam gerak. Setelah itu, ia
berubah menjadi mencapai level yang tertinggi dari binatang dan yang terakhir
adalah berubah menjadi manusia.
HUBUNGAN MANUSIA DENGAN AKHIRAT
Hubungan antara dunia ini dengan
akhirat ada beberapa istilah dan analog yang bervariasi.
1.
Mawlawi menganggap bahwa hari kemudian merupakan komunitas dunia
ini dan dia percaya bahwa hari kemudian merupakan kontinuitas dunia ini dan dia
percaya bahwa meninggal dari dunia ini sebenarnya adalah meninggalkan satu
putaran hidup yang lebih sempit kepada perputaran yang lebih luas. Untuk
menjelaskan keduanya, Mawlawi mengumpamakan dunia ini sebagai rahim ibu dan
manusia adalah sebuah embrio yang perangkap pada suatu tempat yang sangat
menyedihkan, sedangkan akhirat diperbandingkan dengan dunia ini.
2.
Karakteristik pemikiran Mawlawi tentang hubungan dunia dan akhirat
didasarkan pada hadis yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW yang mengatakan
bahwa “manusia adalah dalam keadaan tertidur dan ketika mereka meninggal dunia,
baru tersadar.” Berdasarkan hadis tersebut, dia berpendapat bahwa manusia di
dunia ini dianggap orang tertidur itu
yang mengabaikan segala realitas yang ada di sekitar mereka dan yang
bisa mereka perhatikan hanyalah apa yang tampak di depan mata mereka dan semua
itu akan luput dari perhatian mereka ketika meninggalkan dunia ini dan beralih
ke dunia yang lain.
3.
Karakteristik lain dari perspektif Mawlawi adalah didasarkan juga
pada hadis dari Nabi Muhammad SAW yang mengatakan bahwa “dunia merupakan
ladangan yang ditanami untuk dipanen di akhirat.” Jadi, perbuatan manusia
merupakan benih dan buahnya akan dipetik pada saat hari kebangkitan.
Dari perumpamaan, Mawlawi
menggambarkan betapa dekatnya hubungan antara dunia dan akhirat. Tidak ada buah
yang akan dipetik kalau tidak ada benih yang ditanam. Tidak ada balasan yang
akan dicapai bila tidak ada balasan yang akan dicapai bila tidak ada perbuatan.
Tanggungjawab manusia atas apapun yang telah membawa dirinya menikmati hasil
yang baik akan memainkan peranan yang sangat penting, khususnya ketika kita menganggap
keyakian Mawlawi bahwa perhatian, moral dan perbuatan manusia adalah yang
membentuk keseluruhan batinnya, akan dihadirkan kembali pada saat hari
kebangkitan. Misalnya, jika manusia tenggelam dalam kerakusannya sehingga ia
mendiskreditkan orang lain, maka dia akan dibangkitkan dalam bentuk seekor
srigala. Dalam mistik Islam, hal seperti ini sering disebut dengan spiritual
metempsychosis.
MANUSIA TERDIRI DARI JIWA DAN RAGA
Mawlawi, seperti halnya para pemikir yang lain, percaya bahwa
manusia terdiri atas materi dan spiritual atau jiwa dan raga. Raga diumpamakan
dengan sinar dan jiwa diumpamakan dengan bayangan. Raga merupakan instrumen
bagi pengembangan jiwa dimana kehidupan raga sangat tergantung pada kehidupan
jiwa.
BENTUK JIWA MANUSIA
Sejumlah filosof dan sufi dalam islam mengatakan bahwa jiwa sejak
dari awal adalah materi yang memiliki
bentuk fisik, yang secara berangsur-angsur mencapai tingkat kesempurnaan
dan abstraksi. Sebagian yang lain berpendapat bahwa jiwa manusia adalah sesuatu
yang bersifat spiritual yang pada awalnya berada pada esensi kebenaran dan
tidak memiliki hubungan apapun dengan raga. Namun kemudian, Tuhan menciptakan
makhluk material seperti manusia yang akan ditempati oleh jiwa sehingga ia terpisah dari esensinya semula.
Meskipun rasa sakit dan penderitaan adalah sesuatu yang terpisah, jiwa
melengkapi raga yang posisinya sama seperti bintang, sesuatu yang selalu
dipengaruhi kotoran duniawi.
TINGKATAN JIWA MANUSIA
Mawlawi berpendapat bahwa jiwa manusia memiliki sejumlah tingkatan.
Pertama, Jiwa, yaitu sesuatu yang ada dalam raga dan makhluk
lainnya. Tingkatan ini menyebabkan keterampilan dan tindakan, juga terdapat
pada hewan Pancaindra manusia dan hewan berfungsi pada level ini dan membantu
untuk berfikir, bergerak, mempengaruhi dunia sekitar, dan memenuhi
kebutuhannya. Level ini bukanlah level manusia sebenarnya..
Kedua, Intelek, yaitu yang membedakan manusia dengan hewan. Intelek
adalah sesuatu yang tersembunyi, berguna untuk melatih dan mengetahui kebenaran
yang ada pada semua benda, membawa kepada kesempurnaan dan sebagai proteksi
dari kehancuran.
Ketiga, (Esensi dari) wahyu atau inspirasi yang lebih mendalam,
level ini lebih tinggi daripada level intelek.
Setelah melewati level tersebut, manusia dapat naik ke level para
malaikat pada suatu tempat dimana pendengarannya dapat menangkap pesan yang
datang dari dunia spiritual.
Sekarang, manusia dapat memperoleh mimpi, inspirasi, penemuan,
penglihatan dan seterusnya secara benar.
Level wahyu yang tertinggi adalah hanya dicapai bagian oleh para
nabi. Para orang-orang suci mampu mencapai bagian terendah dari level ini.
Setelah ini, manusia akan melewati sejumlah level dan stasiun yang
lain untuk dapat mencapai stasiun kefanaan dengan Tuhan dan mendapatkan hidup
dari Tuhan. Perlu dicatat bahwa bagaimana jiwa menikmati pancaindra pada level
hewan, dan menikmati kenikmatan yang lebih tinggi pada spiritual (level intelek
dan wahyu), yang mana hal itu akan membantu dirinya untuk mencapai level
eksistensi yang lebih tinggi. Dari pandangan yang lain, Mawlawi mengatakan
bahwa jiwa manusia memiliki dua kemampuan spekulatif dan praktis dari
aktualisasi jiwa untuk mencapai kesempurnaannya, yaitu behubungan dengan
hakikat kebenaran.
Dalam pandangan Mawlawi, dengan menjalani kehidupan spiritual,
pancaindra manusia dan kemampuan materialnya dapat ditransformasikan ke level
yang lebih tinggi yang dalam bahasa Mawlawi, menjadi tercecahkan. Dia
menyamakan indra materi dengan sejumlah biri-biri yang akan digiring dari lemah
yang gersang dan tandus menuju pada padang rumput spiritual yang menghijau agar
dapat tumbuh berkembang dan daripadanya ia dapat menikmati padang tersebut.
Ketika sebuah indra dapat mencapai spiritualitas maka ia akan membantu indra
yang lain untuk meraihnya.
PERSEPSI-PERSEPSI KONSEPTUAL DAN INTUISIONAL
Mawlawi yang menerima dan menegaskan adanya persepsi intelektual
manusia dan dengan adanya persepsi intelektual ini, manusia berbeda dengan
hewan dan semakin manusia memiliki pengetahuan dan persepsi maka jiwanya akan
semakin tinggi.
Ketika manusia terpelihara dengan baik cerdas dan sempurna maka ia
tidak akan bermain-main dan jika tidak demikian, maka ia akan melakukannya
secara sembunyi-sembunyi karena akan merasa malu bila dilihat orang.
Pengetahuan yang mereka dan kita bicarakan dan ini nafsu duniawi diumpamakan
dengan debu dalam genggaman manusia. Maka, setiap kali angin berhembus maka
debu-debu itu akan beterbangan kemanapun debu itu terbang, maka ia akan
menyebabkan mata akan sakit dan tidak akan memberikan apa-apa kecuali
kegelisahan dan penolakan.
TUJUAN PENCIPTAAN ALAM
Mawlawi mengatakan bahwa tujuan dari penciptaan ini di dasarkan
pada firman tuhan yang disampaikan oleh nabi Daud AS ketika ia bertanya
kepadanya “wahai tuhan mengapa engkau menciptakan makhluk?” tuhan menjawab “Aku
adalah perbendaharaan yang terpendam. Aku ingin agar diriku dapat dikenali
sehingga aku menciptakan makhluk dan melalui makhluk itulah aku dapat dikenal.”
Karena itu mawlawi mengatakan bahwa tujuan dari penciptaan adalah karena cinta Tuhan
dan Tuhan memanifestasikan dirinya ke alam ini. Dia percaya bahwa tuhan
memiliki keagungan yang melimpah, kesempurnaan yang hebat dan dari dirinya
level penciptaan yang pertama yang kemudian menghiasi level-level yang lain,
termasuk level dunia maetri dan tanah, dengan eksistensi dan kesempurnaan.
MANUSIA ADALAH WAKIL TUHAN
Tidak mungkin esensi tuhan dan realitas tuhan muncul di dunia
materi dan ciptaan sebenarnya, esensi dan sifat-sifatnya suci dari materi dan
ciptaan. Manifestasi ini hanyalah sebuah keterwakilan, karnanya dimiliki oleh
para makhluk sesuai dengan eksistensinya, benda yang sempurna dan seluruh
makhluk dapat merefleksikan tuhan didunia berdasarkan tingkat eksistensi dan
kapasitasnya masing-masing dimana manusia merupakan makhluk yang memilki
kemampuan dan kapasitas untuk merefleksikannya melebihi makhluk yang lain, dan
manusialah yang menyandang wakil tuhan ddibumi sebagai makhluk yang paling
sempurna.
MANUSIA KEMBALI KEPADA TUHAN DAN PENCAPAIANNYA PADA TINGKAT MANUSIA
SEMPURNA
Mawlawi percaya bahwa kembali ke asal ada 2 macam: sukarela dan
terpaksa. Keterpaksaan kembali ke asal adalah kematian dan kefanaan raga,
dimana seluruh makhluk yang ada dialam ini akan mengalaminya. Dan kesukarelaan kembali
ke asal dapat dilakukan oleh manusia dengan menempuh jalan kebenaran.
Mawlawi tidak mengatakan bahwa bersunyi diri dan lari dari
kehidupan dunia sebagai perbuataan yang lebih baik untuk menempuh perjalanan
menuju kepda kebenaran. Tetapi dia mengatakan bahwa melakukan perlawanan
terhadap keinginan dan nafsu duniawi merupakan suatu hal yang harus di tempuh
dan haanya dengan jalan seperti itu, keberuntungan memungkinkan untuk diraih.
Kesukarelaan kembali ke asal bukanlah sesuatu yang mudah. Bahkan, gunung-gunung,
langit, bumi dan segalanya harus disingkirkan menuju hari berbangkit kembali
dalam perjalanan spiritual. Seperti ini juga ada hari berbangkit yang dilalui
oleh seorang petualang spiritual berupa adanya rasa malu dan rahmat dari Tuhan.
Kebangkitan kembali tersebut tidak lebih rendah dibandingkan dengan
hari berbangkit di akhirat. Bahkan, kedudukannya lebih tinggi daripadanya.
Dalam kebangkitan kembali di dunia spiritual, ketika seorang telah mencapai
kebenaran, rasa sakit dan sedih sudah tiada lagi dan matahari kebenaran telah
menyinari dirinya. Hari berbangkit di akhirat akan lebih pahit dan layaknya
orang terluka, para pendosa akan menyatakan kesalahan yang telah mereka
lakukan.
Peranan cinta dalam perjalanan manusia menuju Tuhan adalah sangat
penting dan fundamental dalam pandangan Mawlawi. Bagi orang yang cinta pada
Tuhan, ia harus menghancurkan eksistensi dirinya, dosa dan noda pada dirinya,
pasrah dan diliputi selalu dengan berhubungan dengan yang sangat dicintai pada
setiap saat.
Jenis kelamin ini adalah sesuatu yang berbeda. Ketika setiap
hubungan materi berbeda-beda, seperti makan, tidur, bernafsu, dsb, maka
terputus dan mati daripadanya juga aakan berbeda.
KEFANAAN BERSAMA TUHAN DAN HIDUP BERSAMA TUHAN
Seorang yang telah mencapai fana bersama dan berhubungan dengan
Tuhan, maka seluruh tirai dan penghalang telah tiada. Dia tenggelam dalam
samudra eksistensi Tuhan dan dia akan menyatu dengan-Nya. Artinya, bahwa dia
akan mendapatakan identitas Tuhan yang Mahakarya. Sejak itulah, walau seorang petualang spiritual akan menyukai dirinya itu
terjadi hanya karena sebenarnya ia telah menyatu dengan Tuhan, sebenarnya dia
mencintai Tuhan.
0 komentar:
Posting Komentar