Selasa, 29 September 2015

MAWLAWI AR-RUMI


Siti Farhana Fajriyah (1113024000027)
Mawlawi ar-Rumi (1207 M-1273 M)

BIOGRAFI
Jalal al-Din Muhammad Balkhi, yang lebih dikenal dengan Mulla ye Roum dan Mawlawi ye Rumi dilahirkan pada tanggal 6 Rabiul Awwal tahun 604 Hijriah, atau tanggal 30 September 1207 Masehi di Balkh (Afghanistan) pada masa pemerintahan Kharazmshah. Bapaknya bernama Maulana Muhammad ibn Hussain adalah seorang Mubalig besar yang dikenal dengan nama Baha al-Din Walad atau Sultan al-Ulama’.
Sekitar tahun 616 H/ 1219 M, bangsa Mongol hampir memasuki Balkh, Rumi dan keluarganya diam-diam pergi untuk beribadah haji, namun tidak untuk kembali. Setelah menjalankan ibadah haji, Baha al-Din Walad menuju Asia kecil (Konya/ Turki). Ketika Rumi berusia 18 tahun, ia menikah dengan Jawhar Khatun, putri Lala Syarif al-Din. Keluarga Rumi diterima dengan baik oleh penguasa Saljuk dan ayahnya  dijadikan guru spiritualnya bahkan sang penguasa memberi gelar kehormatan sebagai “Sultan Al-Ulama”. Pada tahun 1230 Baha al-Din Walad meninggal dunia.
Setelah kematian ayahnya, Rumi yang berusia 25 tahun menggantikan posisi ayahnya sebagai sebagai penasihat para ulama Konya dan murid-murid ayahnya. Satu tahun kemudian, ia berguru pada Sayyid Burhan al-Din al-Muhaqqiq al-Tirmidzi yang merupakan murid bapaknya selama 9 tahun untuk mendapatkan pendidikan moral dan kesempurnaan spirituallitas. 
Kemudian pada usia 40 tahun, ia berguru kepada seorang sufi yaitu Syams al-Din al-Tibrizi di Cosnia (642H/1245M) yang mengubah Rumi dari seorang Teolog terkemuka menjadi seorang penyair mistik yang sangat terkenal. Kekagumannya pada sang guru sufi ini membuatnya meninggalkan murid-muridnya. Bahkan ia rela pergi untuk menyusul sang sufi ini (645 H/1247 M) saat sang sufi tersebut pergi meninggalkan Cosnia menuju Damaskus karena disakiti murid-muridnya. Namun, kepergiannya untuk menemukan gurunya tidak membuahkan hasil.
Selang 7 tahun, beliau bertemu dengan Salah al-Din Zarkub dan berguru kepadanya. Setelah Salah al-Din Zarkub wafat, dia berguru pada Hisam al-Din Khalafi, seorang tokoh sufi dan mistik besar selama 10 tahun.
Jalal al-Din meninggal pada tanggal 16 Desember 672 H/1274 M di Cosnia dan dimakamkan di Kota Konya. Makamnya dikeramatkan dan diziarahi para pengikutnya sampai sekarang.
Karya-karyanya berbentuk prosa dan puisi seperti Masnawi yang terdiri dari 26.000 bait dibagi dalam 6 volume, Diwan e-Kabir tediri atas 50.000 bait, sejumlah syair 4 baris, Maktubat (surat-surat), Fih M Fih dan Majales e-Sab’ah (tujuh sesi).
Diwan (Kumpulan syair) terdiri dari kurang lebih 3.230 ghazal, yang jumlah keseluruhannya mencapai 35.000 syair, 44 ta’rifat, sebuah bentuk puisi yang terdiri dari dua atau lebih ghazal, yang seluruhnya berjumlah 1.700 syair dan Ruba’iyyat (sajak-sajak yang terdiri dari empat baris). Diwan lebih mencakup keseluruhan syair Rumi di banding Matsnawi, yang disusun dalam rentang waktu sejak kedatangan Syams di Konya hingga menjelang akhir hayat Rumi.
Sebagian besar syair Rumi dalam Diwan mempresentasikan pengalaman-pengalaman atau maqam-maqam spiritual tertentu, seperti persatuan dengan Tuhan ataupun perpisahan dengan-Nya. Semua itu dilukiskannya secara selaras melalui simbol-simbol dan perumpamaan-perumpamaan. Meskipun tiap halaman Diwan mengandung muatan ajaran, tetapi sebenarnya ia merupakan pengkristalan kumpulan pengalaman pribadi Rumi dalam menapaki jalan menuju Tuhan.
Dalam sebagian besar tulisan Rumi, secara jelas ditunjukan bahwa ia tidak semata-mata hendak memberikan penjelasan, tetapi arahan. Syair-syair yang ia gubah, khotbah-khotbah yang ia sampaikan, tidak sekedar untuk memberikan pemahaman berkaitan dengan ajaran-ajaran Islam, tidak juga bermaksud menjelaskan apa itu sufisme, tetapi sesungguhnya ia ingin menggugah kesadaran manusia bahwa sebagai makhluk, manusia telah terikat oleh kodrat keterciptaannya untuk selalu mengarahkan seluruh hidupnya pada Tuhan dan sepenuhnya hanya menghambakan diri pada-Nya


Pemikiran Jalal  al-Din

SIFAT DASAR TUHAN, ALAM DAN MAKHLUK
Salah satu aspek yang akan ditemukan dalam karya-karya Mawlawi, baik prosa maupun puisinya, bahkan oleh para penikmat seni, adalah keyakinannya bahwa dunia adalah sesuatu yang nyata, bukan ilusi atau imajinasi belaka. Dia berpendapat bahwa seluruh eksitensi yang ada, telah ada sejak semula yang menyatu dalam kesatuan eksitensi absolut tanpa ada perbedaan antara satu dengan yang lain. Tapi setelah turun pada tingkat yang lebih rendah, maka ia akan diliputi dengan keragaman atau bentuknya kan berbeda-beda.
            Perumpamaan berupa cahaya yang dapat menjelaskan perbedaan dan intensitas atau kelemahan dari eksitensi itu. Dia mengatakan bahwa layaknya matahari yang merupakan satu benda, tetapi kemudian memancarkan cahaya pada gelas. Maka pada saat itu, gelas-gelas tersebut akan memantulkan berbagai bentuk cahaya dan tingkat intensitasnya akan berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Dan ketika cahaya tersebut masuk pada gelas-selas itu, maka eksistensi bentuk dari setiap pantulan dengan berbagai intensitas tersebut akan kelihatan berbeda-beda.

TINGKATAN EKSISTENSI
            Mawlawi berpendapat bahwa tingkatan atau level berbagai eksistensi, layaknya lingkaran, terbagi dalam dua bagian, separuh daripadanya adalah pancaran yang turun dan separuh lainnya adalah pancaran yang naik.
            Yang paling tinggi adalah awal dari semua pancaran yang turun, yaitu eksistensi Tuhan yang memiliki seluruh sifat-sifat kesempurnaan, sementara eksistensi yang lain ada setelah-Nya dan berasal daripada-Nya.
            Eksistensi adalah hakikat yang abadi dimana hakikat intelek Tuhan tidak memiliki sifat ketergantungan tetapi ia adalah eksistensi yang di sebabkan oleh adanya Tuhan.
            Level berikutnya adalah eksistensi yang terbentang, emanasi yang pertama atau nafas Tuhan yaitu keseluruhan intelek (‘aql al-kull). Selanjutnya, ada level malaikat, sesuatu yang abstrak dan tanpa materi.
Level berikutnya adalah dunia binatang. Kemudian dunia tumbuhan dan yang terakhir adalah dunia zat. Ketiga dunia tersebut merupakan dunia materi.

PENCIPTAAN YANG KONSTAN DAN PEMBARUAN SEJUMLAH IDE DI ALAM
            Perpanjangan eksistensi dan benda adalah sesuatu yang mendapat jaminan dari Tuhan pada dunia ini dan kesatuan benda-benda pada setiap kesempatan dan waktu, sehingga tidak ada yang akan tetap sama pada dua waktu yang berbeda-beda.

PERLAWANAN ALAM
            Diantara karakteristik dunia materi adalah adanya perlawanan pada eksistensinya. Keberadaan dunia ini adalah pemakan dan yang dimakan (akl wa ma’kul).

DISTRIBUSI SIFAT-SIFAT DAN KESEMPURNAAN DI SELURUH ALAM
            Semua makhluk, termasuk partikel materi yang paling kecil sekalipun, dilengkapi dengan kemampuan untuk mendengar, melihat dan memahami. Mereka selalu menyanyikan nyanyian Tuhan dan membimbing manusia untuk melihat spiritualitas dan kehidupan yang nyata. Hal ini tentunya tidak mungkin dijangkau oleh seseorang yang terjebak pada hawa nafsu dan keinginannya.

EVOLUSI DAN KENAIKAN SEMESTA DAN MANUSIA
            Dunia benda-benda melihat cahaya siang ketika materi awal dari dunia ini terkumpul. Kemudian materi itu berubah ke level yang paling rendah yaitu dunia tumbuhan. Dan secara berangsur-angsur masuk pada levelnya yang tertinggi, yang memiliki batang, daun, buah dan sebagainya. Selanjutnya berubah dan masuk pada level yang paling rendah yaitu dunia binatang yang memiliki berbagai macam gerak. Setelah itu, ia berubah menjadi mencapai level yang tertinggi dari binatang dan yang terakhir adalah berubah menjadi manusia.

HUBUNGAN MANUSIA DENGAN AKHIRAT
Hubungan antara dunia ini dengan akhirat ada beberapa istilah dan analog yang bervariasi.
1.     Mawlawi menganggap bahwa hari kemudian merupakan komunitas dunia ini dan dia percaya bahwa hari kemudian merupakan kontinuitas dunia ini dan dia percaya bahwa meninggal dari dunia ini sebenarnya adalah meninggalkan satu putaran hidup yang lebih sempit kepada perputaran yang lebih luas. Untuk menjelaskan keduanya, Mawlawi mengumpamakan dunia ini sebagai rahim ibu dan manusia adalah sebuah embrio yang perangkap pada suatu tempat yang sangat menyedihkan, sedangkan akhirat diperbandingkan dengan dunia ini.
2.     Karakteristik pemikiran Mawlawi tentang hubungan dunia dan akhirat didasarkan pada hadis yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW yang mengatakan bahwa “manusia adalah dalam keadaan tertidur dan ketika mereka meninggal dunia, baru tersadar.” Berdasarkan hadis tersebut, dia berpendapat bahwa manusia di dunia ini dianggap orang tertidur itu  yang mengabaikan segala realitas yang ada di sekitar mereka dan yang bisa mereka perhatikan hanyalah apa yang tampak di depan mata mereka dan semua itu akan luput dari perhatian mereka ketika meninggalkan dunia ini dan beralih ke dunia yang lain.
3.     Karakteristik lain dari perspektif Mawlawi adalah didasarkan juga pada hadis dari Nabi Muhammad SAW yang mengatakan bahwa “dunia merupakan ladangan yang ditanami untuk dipanen di akhirat.” Jadi, perbuatan manusia merupakan benih dan buahnya akan dipetik pada saat hari kebangkitan.
Dari perumpamaan, Mawlawi menggambarkan betapa dekatnya hubungan antara dunia dan akhirat. Tidak ada buah yang akan dipetik kalau tidak ada benih yang ditanam. Tidak ada balasan yang akan dicapai bila tidak ada balasan yang akan dicapai bila tidak ada perbuatan. Tanggungjawab manusia atas apapun yang telah membawa dirinya menikmati hasil yang baik akan memainkan peranan yang sangat penting, khususnya ketika kita menganggap keyakian Mawlawi bahwa perhatian, moral dan perbuatan manusia adalah yang membentuk keseluruhan batinnya, akan dihadirkan kembali pada saat hari kebangkitan. Misalnya, jika manusia tenggelam dalam kerakusannya sehingga ia mendiskreditkan orang lain, maka dia akan dibangkitkan dalam bentuk seekor srigala. Dalam mistik Islam, hal seperti ini sering disebut dengan spiritual metempsychosis.

MANUSIA TERDIRI DARI JIWA DAN RAGA
Mawlawi, seperti halnya para pemikir yang lain, percaya bahwa manusia terdiri atas materi dan spiritual atau jiwa dan raga. Raga diumpamakan dengan sinar dan jiwa diumpamakan dengan bayangan. Raga merupakan instrumen bagi pengembangan jiwa dimana kehidupan raga sangat tergantung pada kehidupan jiwa.

BENTUK JIWA MANUSIA
Sejumlah filosof dan sufi dalam islam mengatakan bahwa jiwa sejak dari awal adalah materi yang memiliki  bentuk fisik, yang secara berangsur-angsur mencapai tingkat kesempurnaan dan abstraksi. Sebagian yang lain berpendapat bahwa jiwa manusia adalah sesuatu yang bersifat spiritual yang pada awalnya berada pada esensi kebenaran dan tidak memiliki hubungan apapun dengan raga. Namun kemudian, Tuhan menciptakan makhluk material seperti manusia yang akan ditempati oleh jiwa  sehingga ia terpisah dari esensinya semula. Meskipun rasa sakit dan penderitaan adalah sesuatu yang terpisah, jiwa melengkapi raga yang posisinya sama seperti bintang, sesuatu yang selalu dipengaruhi kotoran duniawi.

TINGKATAN JIWA MANUSIA
Mawlawi berpendapat bahwa jiwa manusia memiliki sejumlah tingkatan.
Pertama, Jiwa, yaitu sesuatu yang ada dalam raga dan makhluk lainnya. Tingkatan ini menyebabkan keterampilan dan tindakan, juga terdapat pada hewan Pancaindra manusia dan hewan berfungsi pada level ini dan membantu untuk berfikir, bergerak, mempengaruhi dunia sekitar, dan memenuhi kebutuhannya. Level ini bukanlah level manusia sebenarnya..
Kedua, Intelek, yaitu yang membedakan manusia dengan hewan. Intelek adalah sesuatu yang tersembunyi, berguna untuk melatih dan mengetahui kebenaran yang ada pada semua benda, membawa kepada kesempurnaan dan sebagai proteksi dari kehancuran.
Ketiga, (Esensi dari) wahyu atau inspirasi yang lebih mendalam, level ini lebih tinggi daripada level intelek.
Setelah melewati level tersebut, manusia dapat naik ke level para malaikat pada suatu tempat dimana pendengarannya dapat menangkap pesan yang datang dari dunia spiritual.
Sekarang, manusia dapat memperoleh mimpi, inspirasi, penemuan, penglihatan dan seterusnya secara benar.
Level wahyu yang tertinggi adalah hanya dicapai bagian oleh para nabi. Para orang-orang suci mampu mencapai bagian terendah dari level ini.
Setelah ini, manusia akan melewati sejumlah level dan stasiun yang lain untuk dapat mencapai stasiun kefanaan dengan Tuhan dan mendapatkan hidup dari Tuhan. Perlu dicatat bahwa bagaimana jiwa menikmati pancaindra pada level hewan, dan menikmati kenikmatan yang lebih tinggi pada spiritual (level intelek dan wahyu), yang mana hal itu akan membantu dirinya untuk mencapai level eksistensi yang lebih tinggi. Dari pandangan yang lain, Mawlawi mengatakan bahwa jiwa manusia memiliki dua kemampuan spekulatif dan praktis dari aktualisasi jiwa untuk mencapai kesempurnaannya, yaitu behubungan dengan hakikat kebenaran.
Dalam pandangan Mawlawi, dengan menjalani kehidupan spiritual, pancaindra manusia dan kemampuan materialnya dapat ditransformasikan ke level yang lebih tinggi yang dalam bahasa Mawlawi, menjadi tercecahkan. Dia menyamakan indra materi dengan sejumlah biri-biri yang akan digiring dari lemah yang gersang dan tandus menuju pada padang rumput spiritual yang menghijau agar dapat tumbuh berkembang dan daripadanya ia dapat menikmati padang tersebut. Ketika sebuah indra dapat mencapai spiritualitas maka ia akan membantu indra yang lain untuk meraihnya.

PERSEPSI-PERSEPSI KONSEPTUAL DAN INTUISIONAL
Mawlawi yang menerima dan menegaskan adanya persepsi intelektual manusia dan dengan adanya persepsi intelektual ini, manusia berbeda dengan hewan dan semakin manusia memiliki pengetahuan dan persepsi maka jiwanya akan semakin tinggi.
Ketika manusia terpelihara dengan baik cerdas dan sempurna maka ia tidak akan bermain-main dan jika tidak demikian, maka ia akan melakukannya secara sembunyi-sembunyi karena akan merasa malu bila dilihat orang. Pengetahuan yang mereka dan kita bicarakan dan ini nafsu duniawi diumpamakan dengan debu dalam genggaman manusia. Maka, setiap kali angin berhembus maka debu-debu itu akan beterbangan kemanapun debu itu terbang, maka ia akan menyebabkan mata akan sakit dan tidak akan memberikan apa-apa kecuali kegelisahan dan penolakan.

TUJUAN PENCIPTAAN ALAM
Mawlawi mengatakan bahwa tujuan dari penciptaan ini di dasarkan pada firman tuhan yang disampaikan oleh nabi Daud AS ketika ia bertanya kepadanya “wahai tuhan mengapa engkau menciptakan makhluk?” tuhan menjawab “Aku adalah perbendaharaan yang terpendam. Aku ingin agar diriku dapat dikenali sehingga aku menciptakan makhluk dan melalui makhluk itulah aku dapat dikenal.” Karena itu mawlawi mengatakan bahwa tujuan dari penciptaan adalah karena cinta Tuhan dan Tuhan memanifestasikan dirinya ke alam ini. Dia percaya bahwa tuhan memiliki keagungan yang melimpah, kesempurnaan yang hebat dan dari dirinya level penciptaan yang pertama yang kemudian menghiasi level-level yang lain, termasuk level dunia maetri dan tanah, dengan eksistensi dan kesempurnaan.

MANUSIA ADALAH WAKIL TUHAN
Tidak mungkin esensi tuhan dan realitas tuhan muncul di dunia materi dan ciptaan sebenarnya, esensi dan sifat-sifatnya suci dari materi dan ciptaan. Manifestasi ini hanyalah sebuah keterwakilan, karnanya dimiliki oleh para makhluk sesuai dengan eksistensinya, benda yang sempurna dan seluruh makhluk dapat merefleksikan tuhan didunia berdasarkan tingkat eksistensi dan kapasitasnya masing-masing dimana manusia merupakan makhluk yang memilki kemampuan dan kapasitas untuk merefleksikannya melebihi makhluk yang lain, dan manusialah yang menyandang wakil tuhan ddibumi sebagai makhluk yang paling sempurna.

MANUSIA KEMBALI KEPADA TUHAN DAN PENCAPAIANNYA PADA TINGKAT MANUSIA SEMPURNA
Mawlawi percaya bahwa kembali ke asal ada 2 macam: sukarela dan terpaksa. Keterpaksaan kembali ke asal adalah kematian dan kefanaan raga, dimana seluruh makhluk yang ada dialam ini akan mengalaminya. Dan kesukarelaan kembali ke asal dapat dilakukan oleh manusia dengan menempuh jalan kebenaran.
Mawlawi tidak mengatakan bahwa bersunyi diri dan lari dari kehidupan dunia sebagai perbuataan yang lebih baik untuk menempuh perjalanan menuju kepda kebenaran. Tetapi dia mengatakan bahwa melakukan perlawanan terhadap keinginan dan nafsu duniawi merupakan suatu hal yang harus di tempuh dan haanya dengan jalan seperti itu, keberuntungan memungkinkan untuk diraih.
Kesukarelaan kembali ke asal bukanlah sesuatu yang mudah. Bahkan, gunung-gunung, langit, bumi dan segalanya harus disingkirkan menuju hari berbangkit kembali dalam perjalanan spiritual. Seperti ini juga ada hari berbangkit yang dilalui oleh seorang petualang spiritual berupa adanya rasa malu dan rahmat dari Tuhan.
Kebangkitan kembali tersebut tidak lebih rendah dibandingkan dengan hari berbangkit di akhirat. Bahkan, kedudukannya lebih tinggi daripadanya. Dalam kebangkitan kembali di dunia spiritual, ketika seorang telah mencapai kebenaran, rasa sakit dan sedih sudah tiada lagi dan matahari kebenaran telah menyinari dirinya. Hari berbangkit di akhirat akan lebih pahit dan layaknya orang terluka, para pendosa akan menyatakan kesalahan yang telah mereka lakukan.
Peranan cinta dalam perjalanan manusia menuju Tuhan adalah sangat penting dan fundamental dalam pandangan Mawlawi. Bagi orang yang cinta pada Tuhan, ia harus menghancurkan eksistensi dirinya, dosa dan noda pada dirinya, pasrah dan diliputi selalu dengan berhubungan dengan yang sangat dicintai pada setiap saat.
Jenis kelamin ini adalah sesuatu yang berbeda. Ketika setiap hubungan materi berbeda-beda, seperti makan, tidur, bernafsu, dsb, maka terputus dan mati daripadanya juga aakan berbeda.

KEFANAAN BERSAMA TUHAN DAN HIDUP BERSAMA TUHAN
Seorang yang telah mencapai fana bersama dan berhubungan dengan Tuhan, maka seluruh tirai dan penghalang telah tiada. Dia tenggelam dalam samudra eksistensi Tuhan dan dia akan menyatu dengan-Nya. Artinya, bahwa dia akan mendapatakan identitas Tuhan yang Mahakarya. Sejak itulah, walau seorang  petualang spiritual akan menyukai dirinya itu terjadi hanya karena sebenarnya ia telah menyatu dengan Tuhan, sebenarnya dia mencintai Tuhan.

0 komentar:

Posting Komentar