Jumat, 04 September 2015

ALIRAN KALAM MODERN


     
A.    Makna Teologi Rasional
Teologi rasional dapat diartikan dengan teologi menurut pemikiran yang logis dan sehat, sedangkan teologi tradisional dapat diartikan dengan teologi yang selalu berpegang teguh pada tradisi. Di samping itu, teologi tradisional itu juga dapat diartikan dengan teologi menurut pemikiran normatif atau tekstual, yaitu pemikiran yang banyak terikat pada arti lafzi atau harfiyah dari ayat-ayat al-Qur’an dan Sunnah.
            Adapun kriteria teologi rasional dan tradisional tersebut merujuk kepada kriteria yang telah diberikan Harun Nasution. Menurut tokoh ini, teologi rasional adalah teologi yang (1) mengakui akal merupakan kemampuan yang tinggi pada manusia untuk mengetahui sesuatu; (2) mengakui kebebasan manusia dalam berkehendak dan berbuat, dan (3) mengakui bahwa Tuhan dalam mengatur alam semesta dan makhluk-Nya ini melalui sunnah-Nya/hukum alam(ketentuan) dan hukum kausalitas (hal sebab akibat) yang pasti. Sebaliknya, teologi tradisional adalah teologi yang (1) mengakui kelemahan akal untuk mengetahui sesuatu, (2) mengakui ketidakbebasan dan ketidakberayaan manusia dalam berkehendak dan berbuat, dan (3) mengakui ketidakpastian sunnatullah dan hukum kausalitas sebab semua yang terjadi di alam semesta ini adalah menurut kehendak mutlak Allah yang tidak diketahui oleh manusia.
            Menurut Harun Nasution selanjutnya, teologi rasional tercermin pada teologi Mu`tazilah dan teologi Maturidiyah Samarkand, sedangkan teologi tradisional tercermin pada teologi Asy`ariyyah dan teologi Maturidiyah Bukhara.

B.     Pemikiran Harun Nasu­tion
Dari berbagai karya tulisnya, dapat dilihat bahwa tema besar yang menjadi fokus kajian Harun Nasution adalah "Pembaharuan Umat Islam", dengan Filsafat Islam sebagai basisnya. Seperti para pembaharu pada umumnya, Harun Nasution tergugah oleh kondisi umat Islam di sekelilingnya, di mana kondisi tersebut menurut pengamatan Harun adalah kondisi yang menampakkan kemunduran dari kondisi awal umat Islam, terutama di bidang pengembangan intelektual. Kondisi seperti itulah yang kemudian menurutnya menyebabkan perlunya upaya pembaharuan.
Pembaharuan menurut Harun sama maknanya dengan modernisasi, yaitu fikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk merubah faham-faham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya, agar semua itu dapat disesuaikan dengan pendapat-pendapat dan keadaan-keadaan baru yang ditimbulkan oleh pengembangan ilmu pengetahuan modern. Pembaharuan dalam Islam menurutnya mempunyai tujuan yang sama. Akan tetapi ia mengingatkan bahwa dalam Islam ada ajaran-ajaran yang bersifat mutlak, yang tidak dapat dirubah, dan ada ajaran-ajaran yang bersifat tidak mutlak, yang dapat dirubah. Pembaharuan dapat dilakukan pada wilayah penafsiran atau interpretasi dalam aspek-aspek teologi, hukum, politik dan seterusnya, dan mengenai lembaga-lembaga.

Menurut Harun Nasution, penyebab perlunya dilakukan pembaharuan dalam Islam adalah:
1.      Kesadaran mengenai kemunduran Islam, yaitu adanya penyimpangan dalam penghayatan dan pengamalan ajaran Islam. Harun mengatakan bahwa Islam yang dianut dan diamalkan umat Islam saat ini bukan lagi Islam yang sebenarnya. Is­lam telah dimasuki ajaran dan praktek yang berasal dari luar. Lebih jauh lagi, -menurut Harun- telah banyak masuk ke dalam Islam berbagai praktek yang tidak menguntungkan, dimana hal tersebut terutama dimulai sejak abad pertengahan Islam.
2.      Umat Islam mengalami kemunduran dalam pengembangan intelektual, karena di kalangan umat Islam sendiri telah terjadi kelesuan berfikir, di mana hal tersebut diindikasikan dengan adanya pendapat di kalangan umat Islam bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Implikasi negatif dari hal tersebut adalah munculnya sikap taklid kepada pen­dapat lama, sehingga umat Islam menjadi statis.
3.      Tarekat sufi yang banyak tersiar di kalangan umat Islam setelah jatuhnya Baghdad, terutama ajaran "zuhud" yang kemudian difahami sebagai pilihan untuk rela meninggalkan kehidupan duniawi karena mementingkan kehidupan rohani. Ajaran tersebut, menurut Harun, pa­da gilirannya mengalihkan perhatian umat Islam dari hidup duniawi yang sekarang ke kehidupan di "alam ghaib" nanti. Sehubungan dengan hal tersebut, sehingga muncul pemahaman bahwa ajaran mengenai ibadahlah yang dipentingkan, sementara ajaran-ajaran Islam me­ngenai hidup kemasyarakatan kurang mendapat perhatian.

Dari identifikasi berbagai penyebab kemunduran umat Islam ter­sebut Harun Nasution berpendapat bahwa langkah-langkah pembaharuan yang harus ditempuh oleh umat Islam adalah kembali kepada ajaran-ajaran Islam yang sebenarya, yaitu ajaran-ajaran yang diamalkan oleh umat Islam zaman klasik. Demikian juga taklid kepada pendapat dan penafsiran lama juga harus ditinggalkan, dengan kata lain pintu ijtihad harus dibuka. Yang dipegang menjadi pedoman untuk mengetahui ajaran-ajaran Islam bukan lagi buku-buku karangan ulama terdahulu, akan tetapi hanya Al-Qur'an serta Hadits. Ajaran-ajaran dasar yang tersebut di dalam keduanya disesuaikan dengan perincian dan cara pelaksanaannya de­ngan perkembangan zaman. Selain itu, dinamika di kalangan umat Islam harus dihidupkan kembali dengan menjauhkan tawakal dan faham Jabariah. Umat Islam harus dibawa kembali ke teologi faham dinamika dan kepercayaan ke­pada akal dalam batas-batas yang ditentukan wahyu. Umat Islam harus dirangsang untuk berfikir dan banyak berusaha.

Daftar Pustaka
Athaillah,A. Rasyid Ridha’: Konsep Teologi Rasional dalam Tafsir al-Manar. 2006. Penerbit Erlangga.

0 komentar:

Posting Komentar