A.
Makna Teologi Rasional
Teologi rasional dapat diartikan dengan teologi menurut pemikiran
yang logis dan sehat, sedangkan teologi tradisional dapat diartikan dengan teologi
yang selalu berpegang teguh pada tradisi. Di samping itu, teologi tradisional
itu juga dapat diartikan dengan teologi menurut pemikiran normatif atau
tekstual, yaitu pemikiran yang banyak terikat pada arti lafzi atau harfiyah
dari ayat-ayat al-Qur’an dan Sunnah.
Adapun kriteria
teologi rasional dan tradisional tersebut merujuk kepada kriteria yang telah
diberikan Harun Nasution. Menurut tokoh ini, teologi rasional adalah teologi
yang (1) mengakui akal merupakan kemampuan yang tinggi pada manusia untuk
mengetahui sesuatu; (2) mengakui kebebasan manusia dalam berkehendak dan
berbuat, dan (3) mengakui bahwa Tuhan dalam mengatur alam semesta dan
makhluk-Nya ini melalui sunnah-Nya/hukum alam(ketentuan) dan hukum kausalitas
(hal sebab akibat) yang pasti. Sebaliknya, teologi tradisional adalah teologi
yang (1) mengakui kelemahan akal untuk mengetahui sesuatu, (2) mengakui
ketidakbebasan dan ketidakberayaan manusia dalam berkehendak dan berbuat, dan
(3) mengakui ketidakpastian sunnatullah dan hukum kausalitas sebab semua
yang terjadi di alam semesta ini adalah menurut kehendak mutlak Allah yang
tidak diketahui oleh manusia.
Menurut Harun
Nasution selanjutnya, teologi rasional tercermin pada teologi Mu`tazilah dan
teologi Maturidiyah Samarkand, sedangkan teologi tradisional tercermin pada
teologi Asy`ariyyah dan teologi Maturidiyah Bukhara.
B.
Pemikiran Harun Nasution
Dari berbagai karya tulisnya, dapat dilihat bahwa tema besar yang
menjadi fokus kajian Harun Nasution adalah "Pembaharuan Umat Islam",
dengan Filsafat Islam sebagai basisnya. Seperti para pembaharu pada umumnya,
Harun Nasution tergugah oleh kondisi umat Islam di sekelilingnya, di mana
kondisi tersebut menurut pengamatan Harun adalah kondisi yang menampakkan
kemunduran dari kondisi awal umat Islam, terutama di bidang pengembangan
intelektual. Kondisi seperti itulah yang kemudian menurutnya menyebabkan
perlunya upaya pembaharuan.
Pembaharuan menurut Harun sama
maknanya dengan modernisasi, yaitu fikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk merubah
faham-faham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya, agar semua
itu dapat disesuaikan dengan pendapat-pendapat dan keadaan-keadaan baru yang
ditimbulkan oleh pengembangan ilmu pengetahuan modern. Pembaharuan dalam Islam
menurutnya mempunyai tujuan yang sama. Akan tetapi ia mengingatkan bahwa dalam
Islam ada ajaran-ajaran yang bersifat mutlak, yang tidak dapat dirubah, dan ada
ajaran-ajaran yang bersifat tidak mutlak, yang dapat dirubah. Pembaharuan dapat
dilakukan pada wilayah penafsiran atau interpretasi dalam aspek-aspek teologi,
hukum, politik dan seterusnya, dan mengenai lembaga-lembaga.
Menurut Harun Nasution, penyebab perlunya dilakukan pembaharuan dalam
Islam adalah:
1.
Kesadaran
mengenai kemunduran Islam, yaitu adanya penyimpangan dalam penghayatan dan
pengamalan ajaran Islam. Harun mengatakan bahwa Islam yang dianut dan diamalkan
umat Islam saat ini bukan lagi Islam yang sebenarnya. Islam telah dimasuki ajaran dan praktek yang berasal dari luar.
Lebih jauh lagi, -menurut Harun- telah banyak masuk ke dalam Islam berbagai
praktek yang tidak menguntungkan, dimana hal tersebut terutama dimulai sejak
abad pertengahan Islam.
2.
Umat
Islam mengalami kemunduran dalam pengembangan intelektual, karena di kalangan
umat Islam sendiri telah terjadi kelesuan berfikir, di mana hal tersebut
diindikasikan dengan adanya pendapat di kalangan umat Islam bahwa pintu ijtihad
telah tertutup. Implikasi negatif dari hal tersebut adalah munculnya sikap
taklid kepada pendapat lama, sehingga umat Islam menjadi statis.
3.
Tarekat
sufi yang banyak tersiar di kalangan umat Islam setelah jatuhnya Baghdad,
terutama ajaran "zuhud" yang kemudian difahami sebagai pilihan untuk
rela meninggalkan kehidupan duniawi karena mementingkan kehidupan rohani.
Ajaran tersebut, menurut Harun, pada gilirannya mengalihkan perhatian umat
Islam dari hidup duniawi yang sekarang ke kehidupan di "alam ghaib"
nanti. Sehubungan dengan hal tersebut, sehingga muncul pemahaman bahwa ajaran
mengenai ibadahlah yang dipentingkan, sementara ajaran-ajaran Islam mengenai
hidup kemasyarakatan kurang mendapat perhatian.
Dari identifikasi berbagai penyebab
kemunduran umat Islam tersebut Harun Nasution berpendapat bahwa
langkah-langkah pembaharuan yang harus ditempuh oleh umat Islam adalah kembali
kepada ajaran-ajaran Islam yang sebenarya, yaitu ajaran-ajaran yang diamalkan
oleh umat Islam zaman klasik. Demikian juga taklid kepada pendapat dan
penafsiran lama juga harus ditinggalkan, dengan kata lain pintu ijtihad harus
dibuka. Yang dipegang menjadi pedoman untuk mengetahui ajaran-ajaran Islam
bukan lagi buku-buku karangan ulama terdahulu, akan tetapi hanya Al-Qur'an
serta Hadits. Ajaran-ajaran dasar yang tersebut di dalam keduanya disesuaikan
dengan perincian dan cara pelaksanaannya dengan perkembangan zaman. Selain
itu, dinamika di kalangan umat Islam harus dihidupkan kembali dengan menjauhkan
tawakal dan faham Jabariah. Umat Islam harus dibawa kembali ke teologi faham
dinamika dan kepercayaan kepada akal dalam batas-batas yang ditentukan wahyu.
Umat Islam harus dirangsang untuk berfikir dan banyak berusaha.
Daftar Pustaka
Athaillah,A. Rasyid Ridha’:
Konsep Teologi Rasional dalam Tafsir al-Manar. 2006. Penerbit Erlangga.
0 komentar:
Posting Komentar