ARUS KESADARAN
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Bahasa Indonesia
Dosen
Pembimbing : Dra. Darsita Suparno, M.Hum.
Oleh
:
MUROJAB
NUGRAHA (1113024000051)
FITRIANA RAY (1113024000014)
SITI FARHANA
FAJRIYAH (1113024000027)
PROGRAM STUDI TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014 M/1435 H
KATA
PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Diawali dengan
menghadirkan zat yang Maha Kuasa, Allah SWT. Hanya kepada-Nya kami memuji,
mohon pertolongan dan ampunan serta berlindung kepada-Nya dari keburukan diri
dan kejelekan perbuatan.
Shalawat dan salam
semoga tercurahkan selalu bagi junjungan kita, pembawa hidayah dan pemberi
syafa’at, Nabi Muhammad SAW. keluarga para sahabat serta seluruh umatnya yang
setia mengikuti risalah Illahi yang telah dibawanya.
Dalam penulisan makalah ini, penyusun
mengucapkan banyak terimakasih
kepada Ibu Dra.
Darsita Suparno, M.Hum. Selaku dosen
pembimbing dalam mata kuliah
Bahasa Indonesia yang telah memberikan dukungan dan
arahan, sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Penyusun mengakui atas segala
kekurangan dalam pembuatan makalah
ini. Oleh karena itu, penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Dan senantiasa menjadi bahan intropeksi diri untuk menjadi lebih
baik lagi.
Akhirnya, kepada Allah
jualah semuanya kembali. Semoga makalah
ini bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi penyusun.
Jakarta, 26 Maret 2014
Penyusun
i
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar
.....................................................................................................i
Daftar Isi
............................................................................................................. ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah
………………………..……………………………….. 1
C. Tujuan
……………………………..…………………………………….... 1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Arus Kesadaran
………………………………………..………………….. 2
1. Novel Arus
Kesadaran …………………………….………………….. 2
2. Teknik Arus
Kesadaran ………………………………………………. 2
a. Eka Cakap
Dalaman Langsung ………………………….………... 3
b. Eka Cakap
Dalaman Tak Langsung ……………………………… 3
c. Senandika
………………………………………………………… 4
d. Pencerita Dan
Komentar Pencerita …………….…………..……... 4
B.
Analisis Komentar Pencerita ……………………………………………... 5
1.
Komentar Langsung…………………………………………………... 5
2.
Komentar Tak Langsung…………………………………………..….. 5
C.
Teknik Montase, Kolase Dan Asosiasi…….……………………………... 5
D.
Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata ………………………………….. 6
E.
Gaya Bahasa Berdasarkan Nada …………………………………………. 7
F.
Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat
……………………………... 8
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan........................................................................................................ 11
Saran…………………………………………………………………………… 11
Daftar Pustaka.................................................................................................. ..12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara di
depan umum sebenarnya bukanlah hal yang sulit, namun juga bukan merupakan
pekerjaan yang mudah. Itu semua tergantung pada faktor kesiapan kita selaku
pembicara. Kesiapan mental atau psikologis dan penguasaan materi yang akan
disampaikan sangat berpengaruh terhadap baik buruknya proses pelaksanaan
berbicara di samping persiapan yang lain. Pada dasarnya tujuan seseorang
berbicara adalah untuk menyampaikan pesan, informasi, maupun gagasan kepada
orang lain sebagai pendengar atau lawan bicara. Salah satu sarana yang
diperlukan tentu saja bahasa. Sebagai seorang pembicara, kita harus
pandai-pandai menggunakan bahasa sebagai alat berkomunikasi. Hal itu
disebabkan, dalam proses komunikasi bahasa yang baik belum tentu benar dan
bahasa yang benar belum pasti baik.
B. Rumusan Masala
- Mengetahui apa itu teknik arus kesadaran?
- Apa saja teknik arus kesadaran?
- Apa itu teknik montase, kolase dan asosiasi?
- Apa macam-macam gaya bahasa berdasarkan pilihan kata?
- Apa macam-macam gaya bahasa berdasarkan nada?
- Apa macam-macam gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat?
C. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman tentang teknik arus
kesadaran.
2. Meningkatkan
pengetahuan tentang jenis-jenis gaya bahasa.
3. Mengetahui
gaya berbicara yang benar, agar jalannya pembicaraan dapat berlangsung lancar
tanpa hambatan.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Arus Kesadaran
Istilah
arus kesadaran dikemukakan pertama kali oleh William James dalam bukunya principles
of psychology pada tahun 1890. Istilah ini menggambarkan kekacauan pikiran
yang berkepanjangan, dalam berbagai tingkatan yang mengalir dalam proses pikiran tokoh
pada novel.[1]
Ada pula
batasan yang mengatakan bahwa arus kesadaran adalah sebuah
cara mendramatisasi pikiran, sebuah cara membuat kita mengenal apa yang dirasakan
oleh tokoh (Wellek dan Waren, 1990 : 107).
1.
Novel
Arus Kesadaran
Istilah arus kesadaran adalah istilah yang dikenal
dalam dunia psikologi. Istilah arus kesadaran tidak tepat bila dimaksudkan sebagai
suatu proses mental. Istilah lebih tepat sebagai peristilahan dalam dunia
sastra fiksi. Novel-novel arus kesadaran memiliki persoalan kesadaran seorang
tokoh fiktif yang disalurkan melalui beberapa teknik : speech level dan prespeech
level .
Kesadaran dalam tingkat prespeech level tidak
terdapat dasar-dasar komunikasi, tidak diperiksa dan tidak diatur secara
logika. Kesadaran pada tingkat prespeech level mengalir sebagaimana
adanya, melompat-lompat dan berpindah-pindah secara acak. Kesadaran pada speech
level terdapat dasar-dasar komunikasi, diperiksa dan diawasi secara
rasional dan diatur secara logika.
Dalam fiksi, usaha menciptakan kesadaran manusia
dilakukan dengan menganalisis sifat dasar manusia. Kesadaran ini meliputi
pengalaman mental dan spiritual. Pengalaman mental dan spiritual yang mencakup
sensasi, kenangan, imajinasi, gambaran-gambaran, ilusi, perlambangan, perasaan
dan proses asosiasi.[2]
2. Teknik Arus Kesadaran
2
Untuk
mengungkapkan kesadaran manusia terdapat empat teknik arus kesadaran yang
digunakan yaitu, eka cakap dalaman langsung, eka cakap dalaman tak langsung, senandika
dan komentar pencerita. Keempat teknik dasar tersebut menekankan pada eksplorasi
kesadaran manusia pada tingkat prapengucapan untuk mengungkapkan keadaan batin
tokoh (Humprey, 1954:23-24). Selain teknik-teknik di atas adalagi teknik lain
mewarnai novel arus kesadaran, yakni teknik montase,kolase dan asosiasi.
a) Eka Cakap Dalaman Langsung
Eka cakap dalaman langsung adalah penyajian
percakapan batin para tokoh secara langsung yaitu penyajian percakapan yang
tidak ada bantuan dari pencerita kepada pembaca. Eka cakap dalaman langsung
tidak memberikan keterangan-keterangan yang misalnya ditandai dengan ungkapan :
“saya pikir” atau “dalam hatinya”. Selain itu dalam percakapan batin digunakan
kata ganti orang pertama baik tunggal maupun jamak seperti misalnya “aku” atau “kita”,
dan penggunaan kata ganti orang kedua seperti “engkau” yang biasanya dalam
kisahan pencerita digunakan kata ganti orang ketiga baik tunggal maupun jamak
seperti “dia” atau “mereka”.[3]
Contoh dari eka cakap dalaman langsung dapat anda lihat pada novel
Sekuntum Nozomi Buku Kesatu pada halaman 30. Bagian yang termasuk eka cakap
dalaman langsung adalah:
Tangannya hangat, genggamannya tulus, bukan asal salam tempel. Tapi
ah, matanya itu yang sangat memukau. Mata yang selalu tersenyum.
Kata-kata
diatas diucapkan Sabrina di dalam hatinya ketika ia berkenalan dengan dokter
Matsuda.[4]
b) Eka Cakap Dalaman Tak Langsung
Eka cakap dalaman tak langsung berkesan
adanya keikutsertaan narator dalam menyampaikan arus kesadaran.
Eka cakap dalaman tak langsung memberikan
keterangan kepada para pembaca, seperti adanya kata-kata : “saya pikir” atau
“dalam hatinya”. Perhatikan pada kata-kata berhuruf cetak tebal.
3
Aku bingung harus melakukan apa. Aku bukan pacarnya, bukan pula
saudara. Jika aku harus membelanya, apakah tidak menimbulkan prasangka yang
tidak-tidak? Ah tidak perduli! Aku berpikir, aku harus membantunya! Tuhan,
apakah aku salah? Bukankah setiap manusia tidak pantas
diperlakukan seperti itu?[5]
c) Senandika
Senandika adalah wacana seorang tokoh dalam
karya susastra dengan dirinya sendiri dalam drama, digunakan untuk
mengungkapkan perasaan, firasat atau konflik batin yang paling dalam dari para
tokoh. Senandika merupakan pengungkapan isi batin serta perkembangan jiwa tokoh yang disampaikan langsung kepada pembaca tanpa kehadiran pengarang. Senandika, percakapan tokoh kepada pembaca tanpa
menggunakan ungkapan misalnya “saya pikir” dan pembaca merasa diajak dialog
langsung oleh si tokoh tanpa kehadiran narator. Contoh:
Aku berusaha membuka mata. Perlahan-lahan suatu gambaran kabur
mulai jelas. Aku ingat hanya saat masuk ke dalam mobil, dua jam yang lalu. Pak
Burhan, sopirku, akan mengantarkanku ke gedung di jalan Panglima Sudirman.
Namun sekarang, aku melihat Pak Burhan tertelengkup dengan darah menggenang di
sekitar leher. Apa yang sedang terjadi? Jika Pak Burhan terluka, kenapa
aku tidak. Hei, siapa itu disamping Pak Burhan. Aku? Ya, aku? Kalau
sosok itu aku lantas kenapa aku bisa memandangnya. Pecahan kaca. Pintu yang
ringsek. Moncong mobil menghantam pohon beringin. Dua ban belakang mobil
tergeletak dua meter dariku. Apakah aku dan Burhan kecelakaan? Apa sekarang
aku sudah mati? Haruskah aku berdoa seperti yang diajarkan agama-agama karena
aku mati. Itu kalau doa masih belum terlambat bagiku.[6]
d) Pencerita dan Komentar Pencerita
Pencerita dapat memberikan komentar terhadap apa yang dikisahkannya
itu.
4
Komentar pencerita ada yang langsung ditujukan kepada pembaca,
tokoh dan pembaca walaupun komentar itu dimaksudkan untuknya dan dapat
berkomentar mengenai tokoh lain.
B.
Analisis Komentar Pencerita
1. Komentar Langsung
Komentar
langsung adalah komentar pencerita yang langsung ditujukan kepada pembaca.
2.
Komentar
Tak Langsung
Komentar tak
langsung adalah komentar yang secara tidak langsung ditujukan kepada pembaca. Komentar
tokoh adalah komentar pencerita yang
ditujukan kepada tokoh.[7]
C.
Teknik Montase, Kolase dan Asosiasi
1.
Teknik
Montase
Istilah montase
berasal dari perfilman, yang berarti memilih-milih, memotong-motong, serta
menyambung-nyambung (pengambilan) gambar sehingga menjadi satu keutuhan.
2.
Teknuk
Kolase
Istilah kolase
berasal dari bidang senirupa, yaitu teknik menempelkan potongan kertas, koran,
tutup botol, dan lainnya yang biasa tak terpakai adanya hubungan yang satu
dengan yang lainnya.
Dalam
kesusastraan, teknik kolase menghasilkan cerita yangb sarat dari kutipan dari
karya sastra lain dengan alusi atau ungkapan asing yang biasanya dianggap tidak
ada hubungannya antara satu dengan lainnya. Sisipan adakalanya menyiratkan
sesuatu tentang kelanjutan cerita, tetapi seringkali terasa sebagai lanturan
yang terlalu jauh.
3.
Teknik
Asosiasi
5
Istilah
asosiasi berasal dari bidang psikologi yang menyatakan bahwa dalam berpikir
kadang kala orang tidak dituntun oleh logikatetapi oleh asosiasi atau tautan,
yakni suatu penginderaan mengingatkan kita akan hal lain yang bertautan. Hasil
penggunaan teknik iniadalah serentetan episode atau peristuiwa yang tampaknya
tidak berkaitan dengan cerita inti. Namun dengan adanya asosiasi keterkaitan
itu dapat dijelaskan.
Asosiasi juga
terdapat dalam diri si pencerita, kisah menjadi lebih sulit diikuti karena
timbulnya pikiran yang asosiatif timbul dalam benak si pencerita. Cerita menjadi
seolah-olah meloncat-loncat sebagaimana novel arus
kesadaran.[8]
D. GAYA BAHASA BERDASARKAN PILIHAN KATA
Dalam bahasa setandar (bahasa baku) bahasa dapat dibedakan dengan gaya
bahasa resmi (bukan bahasa resmi), gaya bahasa tak resmi, dan gaya bahasa percakapan.
a.
Gaya
bahasa resmi
Gaya bahasa resmi adalah gaya dalam bentuk yang lengkap, gaya yang
digunakan dalam kesempatan-kesempatan resmi, gaya yang digunakan oleh mereka
yang dihararapkan mempergunakannya dengan baik dan terpelihara. Gaya bahasa
resmi biasanya digunakan dalam amanat kepresidenan, berita negara,
khotbah-khotbah mimbar, tajuk rencana, pidato-pidato yang penting, dan
artikel-artikel serius.[9]
b.
Gaya
bahasa tak resmi
Gaya bahasa tak resmi juga merupakan gaya bahasa yang digunakan
dalam bahasa setandar, khususnya digunakan dalam kesempatan-kesempatan yang
tidak formal. Bentuknya tidak terlalu konservatif.
6
Gaya bahasa ini biasanya dipergunakan dalam karya-karya tulis,
buku-buku pegangan, artikel-artikel mingguan atau bulanan yang baik, dalam
perkuliahan, editorial, dan sebagainya.
c. Gaya Bahasa Percakapan
Sejalan dengan kata-kata percakapan, terdapat juga gaya bahasa percakapan. Dalam gaya bahasa ini, pilihan katanya adalah kata-kata populer dan kata-kata percakapan. Namun di sini harus ditambahkan segi-segi morfologis dan sintaksis, yang secara bersama-sama membentuk gaya bahasa percakapan ini. Biasanya segi-segi sintaksis tidak terlalu diperhatikan, demikian pula segi-segi morfologis yang biasa diabaikan sering dihilangkan. Kalau dibandingkan dengan gaya bahasa resmi dan gaya bahasa tak resmi, maka gaya bahasa percakapan ini dapat diumpamakan sebagai bahasa dalam pakaian sport. Itu berarti bahasanya masih lengkap untuk suatu kesempatan, dan masih dibentuk menurut kebiasaan-kebiasaan, tetapi kebiasaan ini agak longgar bila dibandirigkan dengan kebiasaan pada gaya bahasa resmi dan tak resmi.[10]
Sejalan dengan kata-kata percakapan, terdapat juga gaya bahasa percakapan. Dalam gaya bahasa ini, pilihan katanya adalah kata-kata populer dan kata-kata percakapan. Namun di sini harus ditambahkan segi-segi morfologis dan sintaksis, yang secara bersama-sama membentuk gaya bahasa percakapan ini. Biasanya segi-segi sintaksis tidak terlalu diperhatikan, demikian pula segi-segi morfologis yang biasa diabaikan sering dihilangkan. Kalau dibandingkan dengan gaya bahasa resmi dan gaya bahasa tak resmi, maka gaya bahasa percakapan ini dapat diumpamakan sebagai bahasa dalam pakaian sport. Itu berarti bahasanya masih lengkap untuk suatu kesempatan, dan masih dibentuk menurut kebiasaan-kebiasaan, tetapi kebiasaan ini agak longgar bila dibandirigkan dengan kebiasaan pada gaya bahasa resmi dan tak resmi.[10]
E.
GAYA BAHASA
BERDASARKSAAN NADA
Dengan latar
belakang ini gaya bahasa dilihat dan sudut nada yang terkandung dalam sebuah
wacana, dibagi atas: gaya yang sederhana, gaya mulia dan bertenaga, serta gaya menengah.
1. Gaya Sederhana
Gaya ini biasanya cocok untuk member instruksi, perintah, pelajaran
perkuliahan, dan sejenisnya.
2. Gaya Mulia Bertenaga
Sesuai
dengan namanya, gaya ini penuh dengan vitalitas dan enersi, Ian biasanya
dipergunakan untuk menggerakkan sesuatu. Menggerakkan sesuatu tidak saja dengan
mempergunakan tenaga dan vitalitas pembicara, tetapi juga dapat mempergunakan
nada keagungan dan kemuliaan.
7
Tampaknya
hal ini mengandung kontradiksi, tetapi kenyataannya memang demikian.
Nada
yang agung dan mulia akan anggup pula menggerakkan emosi setiap pendengar.
Dalam keagungan, terselubung sebuah tenaga yang halus tetapi secara aktif ia
meyakinkan bekerja untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Khotbah tentang
kemanusiaan dan keagamaan, kesusilaan dan ketuhanan biasanya disampaikan dengan
nada yang agung dan mulia. Tetapi di balik keagungan dan kemuliaan itu terdapat
tenaga penggerak yang luar biasa, tenaga yang benar-benar mampu menggetarkan
emosi para pendengar atau pembaca.
3. Gaya Menengah
Gaya menengah
adalah gaya yang diarahkan kepada usaha untuk menimbulkan suasana senang dan
damai. Karena tujuannya adalah menciptakan suasana senang dan damai, maka
nadanya juga bersifat lemah-lembut, penuh kasih sayang, dan mengandung humor
yang sehat. Pada kesempatan-kesempatan khusus seperti pesta, pertemuan, dan
rekreasi, orang lebih menginginkan ketenangan dan kedamaian. Akan ganjillah
rasanya, atau akan timbul disharmoni, kalau dalam suatu pesta pernikahan ada
orang yang memberi sambutan berapi-api, mengerahkan segala emosi dan tenaga
untuk menyampaikan sepatah kata. Para hadirin yang kurang waspada akan turut
terombang-ambing dalam permainan emosi semacam itu.
F.
GAYA BAHASA BERDASARKAN STRUKTUR KALIMAT
1.
Klimaks
Gaya
bahasa klimak diturunkan dari kalimat yang bersifatperiodik.
Klimaks
adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap
kali semakin meningkat kepentingnnya dari gagasa-gagasan sebelumnya.
Contoh
:
8
Idealnya setiap anak Indonesia
pernah menempuh pendidikan formal di TK, SD, SMP, SMA/SMK, syukur S2, S3 sampai
gelar Doktor dan kalau mengajar di Perguruan Tinggi bergelar Profesor/Guru
Besar pula.
2.
Antiklimaks
Antiklimaks
dihasilkan oleh kalimat yang berstuktur mengendur.antiklimaks sebagai gaya
bahasa merupakan suatu acuan yang gagasan-gagasannya diurutkan dari yang
terpenting berturut-turut ke gagasan yang kurang penting.
Contoh:
Jauh sebelum memperoleh mendali emas dalam Olimpiade
Athena 2004 cabang bulutangkis, Taufik Hidayat niscaya telah menjadi juara
nasional dan sebelumnya juga tingkat propinsi, kabupaten, malahan pula tingkat
kecamatan, desa, RT/RW.[11]
3.
Paralelisme
Paralelisme
adalah semacam gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaraan dalam pemakaian
kata-kata atau frase-frase yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk
gramatikal yang sama.
Contoh:
Kriminalitas dan kemaksiatan itu
akan menyengsarakan banyakmorang, membuat menderita kurban-kurbannya.
4.
Antitesis
Antitesis
adalah sebuah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan,
dengan mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan.
9
Contoh:
Kau yang berjani kau pula yang mengingkari
Kau yang mulai kau pula yang mangakhiri
Di timur matahari terbit dan di barat ia tengggelam[12]
Kau yang mulai kau pula yang mangakhiri
Di timur matahari terbit dan di barat ia tengggelam[12]
5.
Repetisi
Repetisi
adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap
penting untuk memberi tekanan dalam sebuak konteks yangg sesuai.
Contoh:
Atau maukah kau pergi bersama serangga- serangga tanah, pergi
bersama kecoak- kecoak, pergi bersama mereka yang menyusupi tanah, menyusupi
alam?[13]
10
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Macam-macam teknik arus kesadaran:
1.
Eka cakap
dalaman langsung
2.
Eka cakap
dalaman tak langsung
3.
Senandika
4.
Pencerita dan
komentar pencerita
B.
Analisis
komentar pencerita
1.
Komentar
langsung
2.
Komentar tak
langsung
C.
GAYA BAHASA BERDASARKAN PILIHAN KATA
1.
Gaya bahasa
resmi
2.
Gaya bahasa
tak resmi
3.
Gaya bahasa
percakapan
D.
GAYA BAHASA BERDASARKSAAN NADA
1.
Gaya bahasa
sederhana
2.
Gaya mulia
bertenaga
3.
Gaya menengah
E.
GAYA BAHASA
BERDASARKAN STRYKTUR KALIMAT
F.
Saran
Demikianlah
pengetahuan kami yang dapat kami tuangkan dalam tulisan ini, jika ada kesalahan
baik dalam penulisan maupun bahasa kami yang kurang berkenan, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran untuk kami, agar kami dapat lebih baik lagi dalam
karya selanjutnya.
11
DAFTAR PUSTAKA
Albertino Minderop. Metode Karakteristik
Telaah Fiksi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011.
Gori Keraf. Diksi Dan Gaya Bahasa. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2000.
12
[1] Albertine Minderop, Metode Karakteristik
Telaah Fiksi, hal. 121
[2] Albertine Minderop, metode
Karakteristik Telaah Fiksi, hal. 125
[3] Albertine Minderop,Metode
Karakteristik Telaah Fiksi, hal. 161
[4] http://octacintabuku.wordpress.com/tag/eka-cakap-dalama-tak-langsung/
[5] Ibid
[6] Ibid
[7] Albertine Minderop, Metode
Karakteristik Telaah Fiksi, hal. 149
[8] Ibid
[9] http://pusatbahasaalazhar.wordpress.com/pesona-puisi/beberapa-gaya-bahasa-dalam-pandangan-teori-klasik/
[10] Gorys Keraf, Diksi Dan Gaya Bahasa,
Hal. 117-120
0 komentar:
Posting Komentar