Selasa, 29 September 2015

PENGANTAR LINGUISTIK


ARUS KESADARAN
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Bahasa Indonesia
Dosen Pembimbing : Dra. Darsita Suparno, M.Hum.


Oleh :
MUROJAB NUGRAHA (1113024000051)
 FITRIANA RAY (1113024000014)
SITI FARHANA FAJRIYAH (1113024000027)


PROGRAM STUDI TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014 M/1435 H


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Diawali dengan menghadirkan zat yang Maha Kuasa, Allah SWT. Hanya kepada-Nya kami memuji, mohon pertolongan dan ampunan serta berlindung kepada-Nya dari keburukan diri dan kejelekan perbuatan.
Shalawat dan salam semoga tercurahkan selalu bagi junjungan kita, pembawa hidayah dan pemberi syafa’at, Nabi Muhammad SAW. keluarga para sahabat serta seluruh umatnya yang setia mengikuti risalah Illahi yang telah dibawanya.
Dalam penulisan makalah ini, penyusun mengucapkan banyak terimakasih kepada Ibu Dra. Darsita Suparno, M.Hum. Selaku dosen pembimbing dalam mata kuliah Bahasa Indonesia yang telah memberikan dukungan dan arahan, sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Penyusun mengakui atas segala kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Oleh karena itu, penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan senantiasa menjadi bahan intropeksi diri untuk menjadi lebih baik lagi.
Akhirnya, kepada Allah jualah semuanya kembali. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi penyusun.


Jakarta, 26 Maret 2014


Penyusun



i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .....................................................................................................i
Daftar Isi ............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ...........................................................................................  1
B.    Rumusan Masalah ………………………..……………………………….. 1
C.    Tujuan ……………………………..…………………………………….... 1
BAB II PEMBAHASAN
A.    Arus Kesadaran ………………………………………..………………….. 2
1.     Novel Arus Kesadaran …………………………….………………….. 2
2.     Teknik Arus Kesadaran ………………………………………………. 2
a.      Eka Cakap Dalaman Langsung ………………………….………... 3
b.     Eka Cakap Dalaman Tak Langsung ……………………………… 3
c.      Senandika ………………………………………………………… 4
d.     Pencerita Dan Komentar Pencerita …………….…………..……... 4
B.    Analisis Komentar Pencerita ……………………………………………... 5
1.     Komentar Langsung…………………………………………………... 5
2.     Komentar Tak Langsung…………………………………………..….. 5
C.    Teknik Montase, Kolase Dan Asosiasi…….……………………………... 5
D.    Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata ………………………………….. 6
E.     Gaya Bahasa Berdasarkan Nada …………………………………………. 7
F.     Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat ……………………………... 8

BAB III PENUTUP
Kesimpulan........................................................................................................ 11
Saran…………………………………………………………………………… 11
Daftar Pustaka.................................................................................................. ..12

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Berbicara di depan umum sebenarnya bukanlah hal yang sulit, namun juga bukan merupakan pekerjaan yang mudah. Itu semua tergantung pada faktor kesiapan kita selaku pembicara. Kesiapan mental atau psikologis dan penguasaan materi yang akan disampaikan sangat berpengaruh terhadap baik buruknya proses pelaksanaan berbicara di samping persiapan yang lain. Pada dasarnya tujuan seseorang berbicara adalah untuk menyampaikan pesan, informasi, maupun gagasan kepada orang lain sebagai pendengar atau lawan bicara. Salah satu sarana yang diperlukan tentu saja bahasa. Sebagai seorang pembicara, kita harus pandai-pandai menggunakan bahasa sebagai alat berkomunikasi. Hal itu disebabkan, dalam proses komunikasi bahasa yang baik belum tentu benar dan bahasa yang benar belum pasti baik.

B.    Rumusan Masala
  1. Mengetahui apa itu teknik arus kesadaran?
  2. Apa saja teknik arus kesadaran?
  3. Apa itu teknik montase, kolase dan asosiasi?
  4. Apa macam-macam gaya bahasa berdasarkan pilihan kata?
  5. Apa macam-macam gaya bahasa berdasarkan nada
  6. Apa macam-macam gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat?
C.    Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.     Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang teknik arus kesadaran.
2.     Meningkatkan pengetahuan tentang jenis-jenis gaya bahasa.
3.     Mengetahui gaya berbicara yang benar, agar jalannya pembicaraan dapat berlangsung lancar tanpa hambatan.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Arus Kesadaran

Istilah arus kesadaran dikemukakan pertama kali oleh William James dalam bukunya principles of psychology pada tahun 1890. Istilah ini menggambarkan kekacauan pikiran yang berkepanjangan, dalam berbagai tingkatan yang mengalir dalam proses pikiran tokoh pada novel.[1]
Ada pula batasan yang mengatakan bahwa arus kesadaran adalah sebuah cara mendramatisasi pikiran, sebuah cara membuat kita mengenal apa yang dirasakan oleh tokoh (Wellek dan Waren, 1990 : 107).

1.     Novel Arus Kesadaran

Istilah arus kesadaran adalah istilah yang dikenal dalam dunia psikologi. Istilah arus kesadaran tidak tepat bila dimaksudkan sebagai suatu proses mental. Istilah lebih tepat sebagai peristilahan dalam dunia sastra fiksi. Novel-novel arus kesadaran memiliki persoalan kesadaran seorang tokoh fiktif yang disalurkan melalui beberapa teknik : speech level dan prespeech level .
Kesadaran dalam tingkat prespeech level tidak terdapat dasar-dasar komunikasi, tidak diperiksa dan tidak diatur secara logika. Kesadaran pada tingkat prespeech level mengalir sebagaimana adanya, melompat-lompat dan berpindah-pindah secara acak. Kesadaran pada speech level terdapat dasar-dasar komunikasi, diperiksa dan diawasi secara rasional dan diatur secara logika.
Dalam fiksi, usaha menciptakan kesadaran manusia dilakukan dengan menganalisis sifat dasar manusia. Kesadaran ini meliputi pengalaman mental dan spiritual. Pengalaman mental dan spiritual yang mencakup sensasi, kenangan, imajinasi, gambaran-gambaran, ilusi, perlambangan, perasaan dan proses asosiasi.[2]

2.     Teknik Arus Kesadaran
2
 Untuk mengungkapkan kesadaran manusia terdapat empat teknik arus kesadaran yang digunakan yaitu, eka cakap dalaman langsung, eka cakap dalaman tak langsung, senandika dan komentar pencerita. Keempat teknik dasar tersebut menekankan pada eksplorasi kesadaran manusia pada tingkat prapengucapan untuk mengungkapkan keadaan batin tokoh (Humprey, 1954:23-24). Selain teknik-teknik di atas adalagi teknik lain mewarnai novel arus kesadaran, yakni teknik montase,kolase dan asosiasi.

a)     Eka Cakap Dalaman Langsung
Eka cakap dalaman langsung adalah penyajian percakapan batin para tokoh secara langsung yaitu penyajian percakapan yang tidak ada bantuan dari pencerita kepada pembaca. Eka cakap dalaman langsung tidak memberikan keterangan-keterangan yang misalnya ditandai dengan ungkapan : “saya pikir” atau “dalam hatinya”. Selain itu dalam percakapan batin digunakan kata ganti orang pertama baik tunggal maupun jamak seperti misalnya “aku” atau “kita”, dan penggunaan kata ganti orang kedua seperti “engkau” yang biasanya dalam kisahan pencerita digunakan kata ganti orang ketiga baik tunggal maupun jamak seperti “dia” atau “mereka”.[3]
Contoh dari eka cakap dalaman langsung dapat anda lihat pada novel Sekuntum Nozomi Buku Kesatu pada halaman 30. Bagian yang termasuk eka cakap dalaman langsung adalah:
Tangannya hangat, genggamannya tulus, bukan asal salam tempel. Tapi ah, matanya itu yang sangat memukau. Mata yang selalu tersenyum.
Kata-kata diatas diucapkan Sabrina di dalam hatinya ketika ia berkenalan dengan dokter Matsuda.[4]

b)     Eka Cakap Dalaman Tak Langsung
Eka cakap dalaman tak langsung berkesan adanya keikutsertaan narator dalam menyampaikan arus kesadaran.
Eka cakap dalaman tak langsung memberikan keterangan kepada para pembaca, seperti adanya kata-kata : “saya pikir” atau “dalam hatinya”. Perhatikan pada kata-kata berhuruf cetak tebal.
3
Aku bingung harus melakukan apa. Aku bukan pacarnya, bukan pula saudara. Jika aku harus membelanya, apakah tidak menimbulkan prasangka yang tidak-tidak? Ah tidak perduli! Aku berpikir, aku harus membantunya! Tuhan, apakah aku salah? Bukankah setiap manusia tidak pantas diperlakukan seperti itu?[5]

c)     Senandika
Senandika adalah wacana seorang tokoh dalam karya susastra dengan dirinya sendiri dalam drama, digunakan untuk mengungkapkan perasaan, firasat atau konflik batin yang paling dalam dari para tokoh. Senandika merupakan pengungkapan isi batin serta perkembangan jiwa tokoh yang disampaikan langsung kepada pembaca tanpa kehadiran pengarang. Senandika, percakapan tokoh kepada pembaca tanpa menggunakan ungkapan misalnya “saya pikir” dan pembaca merasa diajak dialog langsung oleh si tokoh tanpa kehadiran narator. Contoh:
Aku berusaha membuka mata. Perlahan-lahan suatu gambaran kabur mulai jelas. Aku ingat hanya saat masuk ke dalam mobil, dua jam yang lalu. Pak Burhan, sopirku, akan mengantarkanku ke gedung di jalan Panglima Sudirman. Namun sekarang, aku melihat Pak Burhan tertelengkup dengan darah menggenang di sekitar leher. Apa yang sedang terjadi? Jika Pak Burhan terluka, kenapa aku tidak. Hei, siapa itu disamping Pak Burhan. Aku? Ya, aku? Kalau sosok itu aku lantas kenapa aku bisa memandangnya. Pecahan kaca. Pintu yang ringsek. Moncong mobil menghantam pohon beringin. Dua ban belakang mobil tergeletak dua meter dariku. Apakah aku dan Burhan kecelakaan? Apa sekarang aku sudah mati? Haruskah aku berdoa seperti yang diajarkan agama-agama karena aku mati. Itu kalau doa masih belum terlambat bagiku.[6]
d)     Pencerita dan Komentar Pencerita

Pencerita dapat memberikan komentar terhadap apa yang dikisahkannya itu.
4
Komentar pencerita ada yang langsung ditujukan kepada pembaca, tokoh dan pembaca walaupun komentar itu dimaksudkan untuknya dan dapat berkomentar mengenai tokoh lain.

B.    Analisis  Komentar Pencerita

1.     Komentar Langsung
Komentar langsung adalah komentar pencerita yang langsung ditujukan kepada pembaca.

2.     Komentar Tak Langsung
Komentar tak langsung adalah komentar yang secara tidak langsung ditujukan kepada pembaca. Komentar tokoh adalah komentar pencerita yang ditujukan kepada tokoh.[7]


C.    Teknik Montase, Kolase dan Asosiasi

1.     Teknik Montase
Istilah montase berasal dari perfilman, yang berarti memilih-milih, memotong-motong, serta menyambung-nyambung (pengambilan) gambar sehingga menjadi satu keutuhan.

2.     Teknuk Kolase
Istilah kolase berasal dari bidang senirupa, yaitu teknik menempelkan potongan kertas, koran, tutup botol, dan lainnya yang biasa tak terpakai adanya hubungan yang satu dengan yang lainnya.
Dalam kesusastraan, teknik kolase menghasilkan cerita yangb sarat dari kutipan dari karya sastra lain dengan alusi atau ungkapan asing yang biasanya dianggap tidak ada hubungannya antara satu dengan lainnya. Sisipan adakalanya menyiratkan sesuatu tentang kelanjutan cerita, tetapi seringkali terasa sebagai lanturan yang terlalu jauh.

3.     Teknik Asosiasi

5
Istilah asosiasi berasal dari bidang psikologi yang menyatakan bahwa dalam berpikir kadang kala orang tidak dituntun oleh logikatetapi oleh asosiasi atau tautan, yakni suatu penginderaan mengingatkan kita akan hal lain yang bertautan. Hasil penggunaan teknik iniadalah serentetan episode atau peristuiwa yang tampaknya tidak berkaitan dengan cerita inti. Namun dengan adanya asosiasi keterkaitan itu dapat dijelaskan.
Asosiasi juga terdapat dalam diri si pencerita, kisah menjadi lebih sulit diikuti karena timbulnya pikiran yang asosiatif timbul dalam benak si pencerita. Cerita menjadi seolah-olah meloncat-loncat sebagaimana novel arus kesadaran.[8]

D.    GAYA BAHASA BERDASARKAN PILIHAN KATA

Dalam bahasa setandar (bahasa baku) bahasa dapat dibedakan dengan gaya bahasa resmi (bukan bahasa resmi), gaya bahasa tak resmi, dan gaya bahasa percakapan.
a.      Gaya bahasa resmi
Gaya bahasa resmi adalah gaya dalam bentuk yang lengkap, gaya yang digunakan dalam kesempatan-kesempatan resmi, gaya yang digunakan oleh mereka yang dihararapkan mempergunakannya dengan baik dan terpelihara. Gaya bahasa resmi biasanya digunakan dalam amanat kepresidenan, berita negara, khotbah-khotbah mimbar, tajuk rencana, pidato-pidato yang penting, dan artikel-artikel serius.[9]

b.     Gaya bahasa tak resmi
Gaya bahasa tak resmi juga merupakan gaya bahasa yang digunakan dalam bahasa setandar, khususnya digunakan dalam kesempatan-kesempatan yang tidak formal. Bentuknya tidak terlalu konservatif.

6
Gaya bahasa ini biasanya dipergunakan dalam karya-karya tulis, buku-buku pegangan, artikel-artikel mingguan atau bulanan yang baik, dalam perkuliahan, editorial, dan sebagainya.
c.       Gaya  Bahasa            Percakapan
Sejalan dengan kata-kata percakapan, terdapat juga gaya bahasa percakapan. Dalam gaya bahasa ini, pilihan katanya adalah kata-kata populer dan kata-kata percakapan. Namun di sini harus ditambahkan segi-segi morfologis dan sintaksis, yang secara bersama-sama membentuk gaya bahasa percakapan ini. Biasanya segi-segi sintaksis tidak terlalu diperhatikan, demikian pula segi-segi morfologis yang biasa diabaikan sering dihilangkan. Kalau dibandingkan dengan gaya bahasa resmi dan gaya bahasa tak resmi, maka gaya bahasa percakapan ini dapat diumpamakan sebagai bahasa dalam pakaian sport. Itu berarti bahasanya masih lengkap untuk suatu kesempatan, dan masih dibentuk menurut kebiasaan-kebiasaan, tetapi kebiasaan ini agak longgar bila dibandirigkan dengan kebiasaan pada gaya bahasa resmi dan tak resmi.[10]

E.    GAYA BAHASA BERDASARKSAAN NADA
Dengan latar belakang ini gaya bahasa dilihat dan sudut nada yang terkandung dalam sebuah wacana, dibagi atas: gaya yang sederhana, gaya mulia dan bertenaga, serta gaya menengah.
1.     Gaya Sederhana
Gaya ini biasanya cocok untuk member instruksi, perintah, pelajaran perkuliahan, dan sejenisnya.
2.     Gaya Mulia Bertenaga
Sesuai dengan namanya, gaya ini penuh dengan vitalitas dan enersi, Ian biasanya dipergunakan untuk menggerakkan sesuatu. Menggerakkan sesuatu tidak saja dengan mempergunakan tenaga dan vitalitas pembicara, tetapi juga dapat mempergunakan nada keagungan dan kemuliaan.
7
Tampaknya hal ini mengandung kontradiksi, tetapi kenyataannya memang demikian.
Nada yang agung dan mulia akan anggup pula menggerakkan emosi setiap pendengar. Dalam keagungan, terselubung sebuah tenaga yang halus tetapi secara aktif ia meyakinkan bekerja untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Khotbah tentang kemanusiaan dan keagamaan, kesusilaan dan ketuhanan biasanya disampaikan dengan nada yang agung dan mulia. Tetapi di balik keagungan dan kemuliaan itu terdapat tenaga penggerak yang luar biasa, tenaga yang benar-benar mampu menggetarkan emosi para pendengar atau pembaca.
3.     Gaya Menengah
Gaya menengah adalah gaya yang diarahkan kepada usaha untuk menimbulkan suasana senang dan damai. Karena tujuannya adalah menciptakan suasana senang dan damai, maka nadanya juga bersifat lemah-lembut, penuh kasih sayang, dan mengandung humor yang sehat. Pada kesempatan-kesempatan khusus seperti pesta, pertemuan, dan rekreasi, orang lebih menginginkan ketenangan dan kedamaian. Akan ganjillah rasanya, atau akan timbul disharmoni, kalau dalam suatu pesta pernikahan ada orang yang memberi sambutan berapi-api, mengerahkan segala emosi dan tenaga untuk menyampaikan sepatah kata. Para hadirin yang kurang waspada akan turut terombang-ambing dalam permainan emosi semacam itu.

F.     GAYA BAHASA BERDASARKAN STRUKTUR KALIMAT

1.     Klimaks
Gaya bahasa klimak diturunkan dari kalimat yang bersifatperiodik.
Klimaks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingnnya dari gagasa-gagasan sebelumnya.
Contoh :

8
Idealnya setiap anak Indonesia pernah menempuh pendidikan formal di TK, SD, SMP, SMA/SMK, syukur S2, S3 sampai gelar Doktor dan kalau mengajar di Perguruan Tinggi bergelar Profesor/Guru Besar pula.
2.     Antiklimaks
Antiklimaks dihasilkan oleh kalimat yang berstuktur mengendur.antiklimaks sebagai gaya bahasa merupakan suatu acuan yang gagasan-gagasannya diurutkan dari yang terpenting berturut-turut ke gagasan yang kurang penting.
Contoh:
Jauh sebelum memperoleh mendali emas dalam Olimpiade Athena 2004 cabang bulutangkis, Taufik Hidayat niscaya telah menjadi juara nasional dan sebelumnya juga tingkat propinsi, kabupaten, malahan pula tingkat kecamatan, desa, RT/RW.[11]

3.     Paralelisme
Paralelisme adalah semacam gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaraan dalam pemakaian kata-kata atau frase-frase yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama.
Contoh:
Kriminalitas dan kemaksiatan itu akan menyengsarakan banyakmorang, membuat menderita kurban-kurbannya.
4.     Antitesis
Antitesis adalah sebuah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan, dengan mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan.


9
Contoh:
Kau yang berjani kau pula yang mengingkari
Kau yang mulai kau pula yang mangakhiri
Di timur matahari terbit dan di barat ia tengggelam[12]

5.     Repetisi
Repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuak konteks yangg sesuai.
Contoh:
Atau maukah kau pergi bersama serangga- serangga tanah, pergi bersama kecoak- kecoak, pergi bersama mereka yang menyusupi tanah, menyusupi alam?[13]









10

BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Macam-macam teknik arus kesadaran:
1.     Eka cakap dalaman langsung
2.     Eka cakap dalaman tak langsung
3.     Senandika
4.     Pencerita dan komentar pencerita
B.     Analisis komentar pencerita
1.     Komentar langsung
2.     Komentar tak langsung

C.     GAYA BAHASA BERDASARKAN PILIHAN KATA
1.     Gaya bahasa resmi
2.     Gaya bahasa tak resmi
3.     Gaya bahasa percakapan
D.    GAYA BAHASA BERDASARKSAAN NADA
1.     Gaya bahasa sederhana
2.     Gaya mulia bertenaga
3.     Gaya menengah
E.     GAYA BAHASA BERDASARKAN STRYKTUR KALIMAT

F.      Saran

Demikianlah pengetahuan kami yang dapat kami tuangkan dalam tulisan ini, jika ada kesalahan baik dalam penulisan maupun bahasa kami yang kurang berkenan, kami sangat mengharapkan kritik dan saran untuk kami, agar kami dapat lebih baik lagi dalam karya selanjutnya.


11
DAFTAR PUSTAKA

Albertino Minderop. Metode Karakteristik Telaah Fiksi. Jakarta: Yayasan Pustaka    Obor Indonesia, 2011.
Gori Keraf. Diksi Dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000.













12


[1] Albertine Minderop, Metode Karakteristik Telaah Fiksi, hal. 121
[2] Albertine Minderop, metode Karakteristik Telaah Fiksi, hal. 125
[3] Albertine Minderop,Metode Karakteristik Telaah Fiksi, hal. 161
[4] http://octacintabuku.wordpress.com/tag/eka-cakap-dalama-tak-langsung/
[5] Ibid
[6] Ibid
[7] Albertine Minderop, Metode Karakteristik Telaah Fiksi, hal. 149
[8] Ibid
[9] http://pusatbahasaalazhar.wordpress.com/pesona-puisi/beberapa-gaya-bahasa-dalam-pandangan-teori-klasik/

[10] Gorys Keraf, Diksi Dan Gaya Bahasa, Hal. 117-120

0 komentar:

Posting Komentar